Asperger’s Disorder
Sindrom Asperger adalah salah satu gejala autism di mana para
penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif sehingga
kurang begitu diterima di lingkungannya. Sindrom Asperger banyak disebut
sebagai varian dari autism yang lebih ringan dibandingkan kasus autism klasik.
Perlu diketahui, penderita sindrom ini memiliki struktural otak yang secara
keseluruhan lebih baik dibandingkan penderita Autisme.
Historical overview
Sindrom Asperger ditemukan pertama kali di Jerman oleh Hans
Asperger, dokter spesialis anak asal Wina, Austria pada tahun 1942.
Penderitanya memiliki kemampuan linguistik dan kognitif yang relatif tidak
mengalami penurunan bila dibanding dengan gejala yang ada pada penderita Autisme,
cenderung mereka memiliki IQ yang normal sampai superior. Pada tahun 1944 Hans
menerbitkan article tentang “autistic”
dan pada saat yang sama Kanner juga menerbitkan artikel tentang autis.
Menurut peneliti sekarang bahwa kedua orang ini saling overlapping dalam
menjelaskan kasus yang ada. Namun pada 50 tahun berikutnya Asperger syndrome
baru dapat dibedakan dengan autis yang dimuat di DSM IV.
Defenitions, Diagnostic Criteria, And major characteristics
Asperger disorder muncul dalam masa dini anak-anak dan dibuktikan
dengan ganggauan yang signifikan dalam interaksi sosisal dan keterbatasan dalam
pola prilaku dan minat. Bagaimanapun juga tidak seperti autis, syndrome
asperger tidak terjadi keterlambatan bicara, retardasi mental atau masalah
dalam perkembangan kognisi dan fungsi adaktif. Oleh karena itu sebagian peneliti
mengatakan bahwa penderita syndrome asperger lebih ringan dari pada autis dan
bahkan pada sebagian kasus Kemampuan daya ingat mereka cukup baik. Mereka
memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan orang lain dalam beberapa hal,
seperti matematika, hitung-hitungan, pemrograman komputer, dan beberapa sangat
menekuni kegiatan menggambar. Belakangan ini diduga bahwa Albert Einstein
adalah penderita Sindrom Asperger.
Gangguan Asperger ditandai dengan gangguan dalam interaksi sosial.
Mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi dan sulit menerima
situasi yang dinamis. Dalam hubungannya dengan orang lain, penderita Asperger
menunjukkan atensi untuk berteman, tapi selalu terhambat oleh pendekatannya
yang kaku dan tidak sensitif terhadap perasaan orang lain. Mereka dengan
syndrom asperger’s memeiliki kekurangan dalam hubungan timbal balik dalam sosialnya.
Mereka mengalami gangguan dalam penggunaan bahasa nonverbal, seperti: tatapan
mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerakan-gerakan dalam berbicara. Orang
lain yang berinteraksi dengan mereka sering kali akan menganggapnya sedikit
aneh (Ozonoff & Griffith, 2000; Volkmar
& Klin, 2001).
Walaupun begitu pengenalan terhadap gangguan Asperger’s menurut
DSM_IV-TR diagnostis untuk gangguan
Asperger memiliki karacteristic yang mirip dengan Autis, sehingga menyulitkan
diagnosis. Para peneliti menyebut asperger’s sebagai “high function Autism”.
Disebabkan miripnya simptom asperger dengan autism, sehingga pada DSM V
keduanya digabung dalam “Autisme spectrum disorder”. Apserger juga cenderung
memiliki kemampuan intelegensi yang normal dan umumnya juga mencapai
perkembangan bahasa sama dengan anak-anak normal dan mereka juga memiliki
perkembangan kognitif yang cenderung sama dengan anak normal atau mungkin
sedikit terlambat.
Tabel Asperger’s Syndrome: DSM IV-TR diagnostic criteria:
A.
Qualitative
impairment in social interction, as manifested by least two of the following:
(1)
marked
impairment in the use of multiple nonverbal behaviors such as eye-to eye
gaze, facial expression, body postures, and gestures to regulate social
interaction.
(2)
failure
to develop peer relationships appropriate to developmental level
(3)
a
lack of spontaneous seeking to sha re enjoyment, int erests, or achievement
with other people (e.g., by a lack of showing, bringing, or pointing out
object of interest to other people)
(4)
lack
of social or emotional reciprocity
B.
Restricted
repetitive and stereotyped patterns of behavior, interests, and activities, as
manifested by at least one of the following:
(1)
encompassing
preoccupation with one or more stereotyped and restricted patterns of
interest that is abnormal either in intensity or focus
(2)
apparently
inflexible adherence to specific, nonfunctional routines or rituals
(3)
stereotyped
and repetitive motor mannerisms (e.g., hand or finger flapping or twisting,
or complex whole-body movements)
(4)
persistent
preoccupation with parts of objects
C.
The
disturbance causes clinically significant impairment in social, occupational,
or other important areas of functioning.
D.
There
is no clinically significant general delay in language (e.g ., single words
used by age 2 years, communicative phrases used by age 3 yea rs).
E.
There
is no clin ically significant delay in cognitive development or in the
development of age-appropriate self-help ski lls, adaptive behavior (other
than in social interaction), and curiosity about the environment in
childhood.
F.
Criteria
are not met for another specific Pervasive Developmental Disorder or
Schizophrenia.
|
|
Kemampuan bahasa cenderung lengkap tetapi komunikasi mereka
terbatas pada informasi faktual yang ada dan mereka mengarahkan pembicaraan
kepada topik yang menarik bagi mereka. Kebiasaan penderita Asperger’s dalam berbicara
sering kali dengan gaya “bookish” yang monoton dengan sedikit atau tanpa emosi.
Penderita Sindrom Asperger dapat terlihat setelah mereka berusia 3
tahun, umumnya dapat diketahui pada usia 4 sampai 5 tahun. Gejala Asperger
lebih sulit didiagnosis karena selain penderitanya terlihat normal, pintar, dan
cukup kreatif, seringkali terjadi kesalahan diagnosis yang mengarah pada gejala
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), disleksia atau gangguan
belajar, skizofrenia ringan, dan gejala Autisme lainnya.
Ciri- ciri Asperger Sindrom
Secara umum beberapa gejala sindrom Asperger:
·
Komunikasi nonverbal yang tidak normal, misalnya menghindari kontak
mata, berhadapan dengan orang lain
·
Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain dan
kesulitan bersama kelompok bermainnya, misalnya anak lebih suka atau nyaman
bersama orang dewasa atau orangtuanya
·
Tidak mampu bersikap spontan dalam menikmati, ketertarikan atau
menghargai orang lain
·
Kesulitan memahami ekspresi wajah
·
Ketidakmampuan mengenal emosi
·
Berperilaku tertentu seperti mengisap jari, berjalan berbelok-belok
atau gerak tubuh yang ganjil
·
Tidak dapat bersikap fleksibel dan tergantung pada rutinitas
·
Hanyut dalam suasana atau bermain ketergantungan pada sesuatu
benda-benda tertentu
·
Tidak tertarik dan sensistif terhadap lingkungannya, misalnya
dengan suara, baju yang di pakai, makanan atau bau-bau busuk
·
Gangguan dalam berbicara atau berbahasa terutama pada penguasaan
semantik dan intonasi, sehari-harinya kadang mereka juga berbicara dalam bahasa
yang formal (Hans Asperger menyebut anaknya dengan sebutan “profesor kecil“)
·
Kesulitan dalam menginterpretasikan bahasa atau kesulitan dalam
mengartikan maksud dalam percakapan
·
Suka mengulang perbuatan-perbuatan yang dilarang
·
Kesulitan dengan hubungan sosial
·
Kurangnya menunjukkan empati mungkin merupakan aspek paling
disfungsional Sindrom Asperger.
Empirically Validity
Untuk bertanya tentang validitas empiris dari gangguan Asperger
adalah untuk menanyakan apakah sindrom ini merupakan bentuk kurang parahnya
atau bentuk subtipe dari Autisme, atau apakah syndrom ini sama tetapi berbeda
kondisinya (Rutter & Schopler, 1992). Dua
penelitian menggambarkan beberapa kesulitan menjawab pertanyaan ini. Dalam membandingkan sekelompok
anak-anak dengan gangguan Asperger dengan sekelompok anak autis yang memiliki
kemampuan intelektual yang sama, salah satu tim peneliti menemukan bahwa
anak-anak dengan gangguan Asperger memiliki memori verbal yang lebih baik dan
lebih sedikit kesulitan menyelesaikan serangkaian tugas kognitif (Ozonoff,
Rogers , & Pennington, 1991).
Namun, dalam perbandingan yang sama, tim lain tidak menemukan perbedaan
kognitif antara kedua kelompok (Szatmari, Tuff, Finlayson, & Bartolucci,
1989).
Selanjutnya,
dalam tinjauan literatur membandingkan pemuda dengan Autisme dan sindrom
Asperger, peneliti menemukan bahwa kebanyakan anak-anak dengan gangguan
Asperger memiliki keterlambatan bahasa dan masalah komunikasi, bertentangan
dengan apa yang disebutkan dalam kriteria DSM-IV-TR (Mayes, Calhoun, &
Crites , 2001). Temuan tersebut mempertanyakan
validitas empiris dari gangguan Asperger.
Validitas ini juga dipertanyakan karena:
·
Gangguan Asperger dan Autisme cenderung ditemukan dalam keluarga
yang sama (Gillberg, 1991a).
·
Banyak penelitian di bidang ini belum menggunakan kriteria
diagnostik yang tepat atau sebanding.
·
Ada kurangnya studi longitudinal untuk menentukan apakah lintasan
perkembangan dan prognosis jangka panjang gangguan Asperger dan Autisme
berbeda.
Penelitian selanjutnya akan perlu untuk memperjelas situasi ini. Saat ini, peneliti dan dokter memiliki
pilihan untuk menekankan gejala bahwa Autisme dan gangguan Asperger memiliki
kesamaan dan menganggap mereka sebagai manifestasi yang berbeda dari
"autis kontinum," atau untuk fokus pada karakteristik yang mungkin
berbeda dan memperlakukan kedua gangguan ini sebagai dua kondisi yang terpisah (Wing, 1988).
Assosiated Characteristics; Comorbidity:
Medical conditions. Sebanyak
60% anak-anak dengan gangguan Asperger memiliki semacam kelainan medis atau
neurologis (Gillberg, 1989). Komplikasi Kehamilan
atau kelahiran juga relatif sering dalam sejarah anak-anak penderita (Ghaziuddin,
Shakal, & Tsai, 1995). Namun,
seperti Autisme, pentingnya faktor-faktor ini tidak jelas, karena komplikasi
ini sangat bervariasi dari satu anak ke anak yang lain, dan tidak semua anak
dengan gangguan tersebut memiliki sejarah masalah baik pranatal atau perinatal.
Banyak orang dengan sindrom Asperger yang baik sensitif atau kurang
kepekaan terhadap sensasi tertentu (Frith, 1991). Misalnya, orang dengan gangguan ini
sering dapat mentolerir tingkat yang sangat tinggi rasa sakit, tetapi tidak
mampu untuk memakai jenis pakaian tertentu. Seperti
dalam Autisme, karakteristik ini menunjukkan gangguan sensorik yang belum
sepenuhnya bisa dijelaskan.
Psychological Symtoms and Disorders, Mungkin ada
hubungan antara gangguan Asperger dan gangguan mood. Dalam sebuah penelitian
genetik, gangguan bipolar lebih sering terjadi pada keluarga dengan gangguan
Asperger’s daripada populasi umum
(DeLong & Dwyer, 1988). Selain itu, dalam sampel yang diikuti sampai
menjadi dewasa, kira-kira sepertiga dari peserta penelitian kadang menderita
depresi dan gangguan psikologis lainnya selama masa penelitian (Tantam, 1991). Akhirnya, beberapa orang dengan
sindrom Asperger juga mungkin memiliki beberapa gejala skizofrenia (Frith,
1991).
Epidemiology, Developmental Trajectories, dan Prognosis
Angka yang tepat tentang prevalensi gangguan Asperger tidak
tersedia. Data yang
dipublikasikan menunjukkan bahwa Asperger’s tidak sesering Autisme, sekitar
satu orang per 10.000. Syndrome
ini biasanya dimulai atau diketahui lebih telat dari Autisme, dan lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan (APA, 2000a). Sejauh ini, belum ada data
epidemiologi sosial dan budaya, selain fakta bahwa itu telah dijelaskan dengan
cara yang sama di berbagai negara (Frith, 1991).
Namun data terakhir syndrome Asperger’s, studi epidemiologi Asperger
Disorder dilakukan di Swedia dan menghasilkan Tingkat
prevalensi 5 per 10.000 (Ehlers & Gillberg, 1993). Dalam review epidemiologi survei, dan
Fombonne Tidmarsh (2003) menyimpulkan
bahwa jumlah anak dengan Autisme
adalah 5 kali dari anak-anak dengan Asperger
Disorder, rata-rata, menunjukkan bahwa prevalensi Asperger adalah sekitar 2 per 10.000. Para penulis mencatat bahwa penelitian masa depan harus
fokus pada sedikit anak-anak
(Usia 8 sampai 12 tahun) karena Gangguan Asperger sering didiagnosis lebih lambat dari Autisme.
Seperti Autisme, gangguan Asperger adalah suatu kondisi kronis yang
berkembang seiring berkembangnya anak. Namun,
tidak ada studi empiris yang cukup untuk menggambarkan lintasan perkembangan
dalam setiap detail. Studi kasus
menunjukkan bahwa kesulitan sosial seringkali muncul sebelum anak mulai
sekolah, tetapi intensitasnya bervariasi dari satu anak ke yang berikutnya dan
tidak semua keluarga menganggap mereka sebagai abnormal (Gillberg, 1991a). Selama tahun-tahun sekolah, anak-anak
asperger terkena dampak dari kesulitan sosialnya, seperti ketersedikitan minat
mereka dan bahasa "Bookish", keterbatasan kontak mereka dengan
teman-teman. Bahkan, teman-teman
mereka sering menganggap mereka sebagai anak aneh dan cenderung mengabaikan
mereka.
Dalam kebanyakan kasus, masalah ini bertahan tidak berubah sampai
pada masa remaja dan menjadi dewasa, dan terus berlanjut memisahkan mereka dari
sebagian besar rekan-rekan mereka (Tantam, 1991). Tapi meskipun mereka mungkin berbeda
dari orang dewasa lain, individu yang terkena sering dapat menjalani hidup
relatif normal.
Etiology
Penyebab gangguan Asperger tidak diketahui. Namun, semakin banyak studi keluarga
menunjukkan bahwa faktor genetik atau neurobiologis memainkan peran penting
dalam etiologi. Sebagai contoh,
dalam keluarga memiliki anak dengan gangguan Asperger atau Autisme, kemungkinan
di mana saudara lain terpengaruh dengan salah satu dari dua gangguan jauh lebih
besar dari pada populasi umum. Hal
ini menunjukkan bahwa gangguan ini sebagian besar berasal dari keturunan. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, sindrom ini juga terkait dalam banyak kasus dengan kondisi medis atau gejala neurologis. faktor etiologi lainnya yang
berpotensi menjadi obyek perhatian hari ini, yang peran faktor tersebut dapat
menyebabkan atau mempercepat gangguan tersebut tetap tidak diketahui.