Pages

Kamis, 07 November 2013

Asperger’s Disorder

Asperger’s Disorder
Sindrom Asperger adalah salah satu gejala autism di mana para penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif sehingga kurang begitu diterima di lingkungannya. Sindrom Asperger banyak disebut sebagai varian dari autism yang lebih ringan dibandingkan kasus autism klasik. Perlu diketahui, penderita sindrom ini memiliki struktural otak yang secara keseluruhan lebih baik dibandingkan penderita Autisme.
Historical overview
Sindrom Asperger ditemukan pertama kali di Jerman oleh Hans Asperger, dokter spesialis anak asal Wina, Austria pada tahun 1942. Penderitanya memiliki kemampuan linguistik dan kognitif yang relatif tidak mengalami penurunan bila dibanding dengan gejala yang ada pada penderita Autisme, cenderung mereka memiliki IQ yang normal sampai superior. Pada tahun 1944 Hans menerbitkan article tentang “autistic”  dan pada saat yang sama Kanner juga menerbitkan artikel tentang autis. Menurut peneliti sekarang bahwa kedua orang ini saling overlapping dalam menjelaskan kasus yang ada. Namun pada 50 tahun berikutnya Asperger syndrome baru dapat dibedakan dengan autis yang dimuat di DSM IV.
Defenitions, Diagnostic Criteria, And major characteristics
Asperger disorder muncul dalam masa dini anak-anak dan dibuktikan dengan ganggauan yang signifikan dalam interaksi sosisal dan keterbatasan dalam pola prilaku dan minat. Bagaimanapun juga tidak seperti autis, syndrome asperger tidak terjadi keterlambatan bicara, retardasi mental atau masalah dalam perkembangan kognisi dan fungsi adaktif. Oleh karena itu sebagian peneliti mengatakan bahwa penderita syndrome asperger lebih ringan dari pada autis dan bahkan pada sebagian kasus Kemampuan daya ingat mereka cukup baik. Mereka memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan orang lain dalam beberapa hal, seperti matematika, hitung-hitungan, pemrograman komputer, dan beberapa sangat menekuni kegiatan menggambar. Belakangan ini diduga bahwa Albert Einstein adalah penderita Sindrom Asperger.
Gangguan Asperger ditandai dengan gangguan dalam interaksi sosial. Mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi dan sulit menerima situasi yang dinamis. Dalam hubungannya dengan orang lain, penderita Asperger menunjukkan atensi untuk berteman, tapi selalu terhambat oleh pendekatannya yang kaku dan tidak sensitif terhadap perasaan orang lain. Mereka dengan syndrom asperger’s memeiliki kekurangan dalam hubungan timbal balik dalam sosialnya. Mereka mengalami gangguan dalam penggunaan bahasa nonverbal, seperti: tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerakan-gerakan dalam berbicara. Orang lain yang berinteraksi dengan mereka sering kali akan menganggapnya sedikit aneh (Ozonoff & Griffith, 2000; Volkmar & Klin, 2001).
Walaupun begitu pengenalan terhadap gangguan Asperger’s menurut DSM_IV-TR  diagnostis untuk gangguan Asperger memiliki karacteristic yang mirip dengan Autis, sehingga menyulitkan diagnosis. Para peneliti menyebut asperger’s sebagai “high function Autism”. Disebabkan miripnya simptom asperger dengan autism, sehingga pada DSM V keduanya digabung dalam “Autisme spectrum disorder”. Apserger juga cenderung memiliki kemampuan intelegensi yang normal dan umumnya juga mencapai perkembangan bahasa sama dengan anak-anak normal dan mereka juga memiliki perkembangan kognitif yang cenderung sama dengan anak normal atau mungkin sedikit terlambat.
Tabel Asperger’s Syndrome: DSM IV-TR diagnostic criteria:
A.    Qualitative impairment in social interction, as manifested by least two of the following:
(1)   marked impairment in the use of multiple nonverbal behaviors such as eye-to eye gaze, facial expression, body postures, and gestures to regulate social interaction.
(2)   failure to develop peer relationships appropriate to developmental level
(3)   a lack of spontaneous seeking to sha re enjoyment, int erests, or achievement with other people (e.g., by a lack of showing, bringing, or pointing out object of interest to other people)
(4)   lack of social or emotional reciprocity
B.           Restricted repetitive and stereotyped patterns of behavior, interests, and activities, as manifested by at least one of the following:
(1)   encompassing preoccupation with one or more stereotyped and restricted patterns of interest that is abnormal either in intensity or focus
(2)   apparently inflexible adherence to specific, nonfunctional routines or rituals
(3)   stereotyped and repetitive motor mannerisms (e.g., hand or finger flapping or twisting, or complex whole-body movements)
(4)   persistent preoccupation with parts of objects
C.           The disturbance causes clinically significant impairment in social, occupational, or other important areas of functioning.
D.          There is no clinically significant general delay in language (e.g ., single words used by age 2 years, communicative phrases used by age 3 yea rs).
E.           There is no clin ically significant delay in cognitive development or in the development of age-appropriate self-help ski lls, adaptive behavior (other than in social interaction), and curiosity about the environment in childhood.
F.            Criteria are not met for another specific Pervasive Developmental Disorder or Schizophrenia.


Kemampuan bahasa cenderung lengkap tetapi komunikasi mereka terbatas pada informasi faktual yang ada dan mereka mengarahkan pembicaraan kepada topik yang menarik bagi mereka. Kebiasaan penderita Asperger’s dalam berbicara sering kali dengan gaya “bookish” yang monoton dengan sedikit atau tanpa emosi.
Penderita Sindrom Asperger dapat terlihat setelah mereka berusia 3 tahun, umumnya dapat diketahui pada usia 4 sampai 5 tahun. Gejala Asperger lebih sulit didiagnosis karena selain penderitanya terlihat normal, pintar, dan cukup kreatif, seringkali terjadi kesalahan diagnosis yang mengarah pada gejala ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), disleksia atau gangguan belajar, skizofrenia ringan, dan gejala Autisme lainnya.
Ciri- ciri Asperger Sindrom
Secara umum beberapa gejala sindrom Asperger:
·         Komunikasi nonverbal yang tidak normal, misalnya menghindari kontak mata, berhadapan dengan orang lain
·         Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain dan kesulitan bersama kelompok bermainnya, misalnya anak lebih suka atau nyaman bersama orang dewasa atau orangtuanya
·         Tidak mampu bersikap spontan dalam menikmati, ketertarikan atau menghargai orang lain
·         Kesulitan memahami ekspresi wajah
·         Ketidakmampuan mengenal emosi
·         Berperilaku tertentu seperti mengisap jari, berjalan berbelok-belok atau gerak tubuh yang ganjil
·         Tidak dapat bersikap fleksibel dan tergantung pada rutinitas
·         Hanyut dalam suasana atau bermain ketergantungan pada sesuatu benda-benda tertentu
·         Tidak tertarik dan sensistif terhadap lingkungannya, misalnya dengan suara, baju yang di pakai, makanan atau bau-bau busuk
·         Gangguan dalam berbicara atau berbahasa terutama pada penguasaan semantik dan intonasi, sehari-harinya kadang mereka juga berbicara dalam bahasa yang formal (Hans Asperger menyebut anaknya dengan sebutan “profesor kecil“)
·         Kesulitan dalam menginterpretasikan bahasa atau kesulitan dalam mengartikan maksud dalam percakapan
·         Suka mengulang perbuatan-perbuatan yang dilarang
·         Kesulitan dengan hubungan sosial 
·         Kurangnya menunjukkan empati mungkin merupakan aspek paling disfungsional Sindrom Asperger.

Empirically Validity
Untuk bertanya tentang validitas empiris dari gangguan Asperger adalah untuk menanyakan apakah sindrom ini merupakan bentuk kurang parahnya atau bentuk subtipe dari Autisme, atau apakah syndrom ini sama tetapi berbeda kondisinya (Rutter & Schopler, 1992). Dua penelitian menggambarkan beberapa kesulitan menjawab pertanyaan ini. Dalam membandingkan sekelompok anak-anak dengan gangguan Asperger dengan sekelompok anak autis yang memiliki kemampuan intelektual yang sama, salah satu tim peneliti menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan Asperger memiliki memori verbal yang lebih baik dan lebih sedikit kesulitan menyelesaikan serangkaian tugas kognitif (Ozonoff, Rogers , & Pennington, 1991). Namun, dalam perbandingan yang sama, tim lain tidak menemukan perbedaan kognitif antara kedua kelompok (Szatmari, Tuff, Finlayson, & Bartolucci, 1989). 
Selanjutnya, dalam tinjauan literatur membandingkan pemuda dengan Autisme dan sindrom Asperger, peneliti menemukan bahwa kebanyakan anak-anak dengan gangguan Asperger memiliki keterlambatan bahasa dan masalah komunikasi, bertentangan dengan apa yang disebutkan dalam kriteria DSM-IV-TR (Mayes, Calhoun, & Crites , 2001). Temuan tersebut mempertanyakan validitas empiris dari gangguan Asperger.  Validitas ini juga dipertanyakan karena:
·         Gangguan Asperger dan Autisme cenderung ditemukan dalam keluarga yang sama (Gillberg, 1991a).
·         Banyak penelitian di bidang ini belum menggunakan kriteria diagnostik yang tepat atau sebanding. 
·         Ada kurangnya studi longitudinal untuk menentukan apakah lintasan perkembangan dan prognosis jangka panjang gangguan Asperger dan Autisme berbeda. 

Penelitian selanjutnya akan perlu untuk memperjelas situasi ini. Saat ini, peneliti dan dokter memiliki pilihan untuk menekankan gejala bahwa Autisme dan gangguan Asperger memiliki kesamaan dan menganggap mereka sebagai manifestasi yang berbeda dari "autis kontinum," atau untuk fokus pada karakteristik yang mungkin berbeda dan memperlakukan kedua gangguan ini sebagai dua kondisi yang terpisah (Wing, 1988).

Assosiated Characteristics; Comorbidity:
Medical conditions. Sebanyak 60% anak-anak dengan gangguan Asperger memiliki semacam kelainan medis atau neurologis (Gillberg, 1989). Komplikasi Kehamilan atau kelahiran juga relatif sering dalam sejarah anak-anak penderita (Ghaziuddin, Shakal, & Tsai, 1995). Namun, seperti Autisme, pentingnya faktor-faktor ini tidak jelas, karena komplikasi ini sangat bervariasi dari satu anak ke anak yang lain, dan tidak semua anak dengan gangguan tersebut memiliki sejarah masalah baik pranatal atau perinatal. 
Banyak orang dengan sindrom Asperger yang baik sensitif atau kurang kepekaan terhadap sensasi tertentu (Frith, 1991). Misalnya, orang dengan gangguan ini sering dapat mentolerir tingkat yang sangat tinggi rasa sakit, tetapi tidak mampu untuk memakai jenis pakaian tertentu. Seperti dalam Autisme, karakteristik ini menunjukkan gangguan sensorik yang belum sepenuhnya bisa dijelaskan.
Psychological Symtoms and Disorders, Mungkin ada hubungan antara gangguan Asperger dan gangguan mood. Dalam sebuah penelitian genetik, gangguan bipolar lebih sering terjadi pada keluarga dengan gangguan Asperger’s  daripada populasi umum (DeLong & Dwyer, 1988). Selain itu, dalam sampel yang diikuti sampai menjadi dewasa, kira-kira sepertiga dari peserta penelitian kadang menderita depresi dan gangguan psikologis lainnya selama masa penelitian (Tantam, 1991). Akhirnya, beberapa orang dengan sindrom Asperger juga mungkin memiliki beberapa gejala skizofrenia (Frith, 1991).
Epidemiology, Developmental Trajectories, dan Prognosis
Angka yang tepat tentang prevalensi gangguan Asperger tidak tersedia. Data yang dipublikasikan menunjukkan bahwa Asperger’s tidak sesering Autisme, sekitar satu orang per 10.000. Syndrome ini biasanya dimulai atau diketahui lebih telat dari Autisme, dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan (APA, 2000a). Sejauh ini, belum ada data epidemiologi sosial dan budaya, selain fakta bahwa itu telah dijelaskan dengan cara yang sama di berbagai negara (Frith, 1991).
Namun data terakhir syndrome Asperger’s, studi epidemiologi Asperger Disorder dilakukan di Swedia dan menghasilkan Tingkat prevalensi 5 per 10.000 (Ehlers & Gillberg, 1993). Dalam review epidemiologi survei, dan Fombonne Tidmarsh (2003)  menyimpulkan bahwa jumlah anak dengan Autisme adalah 5 kali dari anak-anak dengan Asperger  Disorder, rata-rata, menunjukkan bahwa prevalensi Asperger adalah sekitar 2 per 10.000. Para penulis mencatat bahwa penelitian masa depan harus fokus pada sedikit anak-anak 
(Usia 8 sampai 12 tahun) karena Gangguan Asperger sering didiagnosis lebih lambat dari Autisme.
Seperti Autisme, gangguan Asperger adalah suatu kondisi kronis yang berkembang seiring berkembangnya anak. Namun, tidak ada studi empiris yang cukup untuk menggambarkan lintasan perkembangan dalam setiap detail. Studi kasus menunjukkan bahwa kesulitan sosial seringkali muncul sebelum anak mulai sekolah, tetapi intensitasnya bervariasi dari satu anak ke yang berikutnya dan tidak semua keluarga menganggap mereka sebagai abnormal (Gillberg, 1991a). Selama tahun-tahun sekolah, anak-anak asperger terkena dampak dari kesulitan sosialnya, seperti ketersedikitan minat mereka dan bahasa "Bookish", keterbatasan kontak mereka dengan teman-teman. Bahkan, teman-teman mereka sering menganggap mereka sebagai anak aneh dan cenderung mengabaikan mereka.
Dalam kebanyakan kasus, masalah ini bertahan tidak berubah sampai pada masa remaja dan menjadi dewasa, dan terus berlanjut memisahkan mereka dari sebagian besar rekan-rekan mereka (Tantam, 1991). Tapi meskipun mereka mungkin berbeda dari orang dewasa lain, individu yang terkena sering dapat menjalani hidup relatif normal.

Etiology
Penyebab gangguan Asperger tidak diketahui. Namun, semakin banyak studi keluarga menunjukkan bahwa faktor genetik atau neurobiologis memainkan peran penting dalam etiologi. Sebagai contoh, dalam keluarga memiliki anak dengan gangguan Asperger atau Autisme, kemungkinan di mana saudara lain terpengaruh dengan salah satu dari dua gangguan jauh lebih besar dari pada populasi umum. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan ini sebagian besar berasal dari keturunan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sindrom ini juga terkait dalam banyak kasus dengan kondisi medis atau gejala neurologis. faktor etiologi lainnya yang berpotensi menjadi obyek perhatian hari ini, yang peran faktor tersebut dapat menyebabkan atau mempercepat gangguan tersebut tetap tidak diketahui.
 

0 komentar:

Posting Komentar