Pada
jurnal pertama kami mencoba menggambarkan salah satu kasus PTSD yang terjadi, PTSD
adalah kejadian umum di antara anak-anak yang mengalami perang dan kekerasan
massal. review sistematis dari 7.920 anak dari berbagai lokasi termasuk Israel,
Jalur Gaza, Bosnia, Iran, Kuwait, Irak Kurdistan, Kamboja, Rwanda, dan Amerika
Tengah melaporkan tingkat keseluruhan PTSD dari 47% (Attanayake et al., 2009).
Jurnal ini Mind-Body Skills Groups for Posttraumatic Stress Disorder and Depression
Symptoms in Palestinian Children and Adolescents in Gaza. Kekerasan yang
berlangsung, konflik politik, dan kesulitan ekonomi yang umum terjadi di Gaza
sehingga menyebabkan gejala PTSD lazim pada anak-anak dan remaja. Dalam sebuah
studi baru-baru ini dari 619 anak 15 tahun atau lebih muda di Jalur Gaza dan
Tepi Barat antara 2005 dan 2008, 25,8% didiagnosis dengan PTSD oleh evaluasi
klinis menggunakan wawancara semiterstruktur berdasarkan DSM-IV-TR kriteria
(Espie 'et al.,2009).
Depresi sering dilaporkan bersama dengan
PTSD (Elbedour et al, 2007;. Espie 'et al, 2009.; Thabet, Vostanis, &
Karim, 2005) dan korelasi yang signifikan telah ditemukan antara depresi dan
PTSD skor pada anak-anak Palestina (Thabet, Abed, & Vostanis, 2004).
Dari jurnal ini kita dapat mengambil
gambaran salah satu penyebab gangguan yang di derita oleh subjek yang mengalami
kontak langsung dengan perang, pada jurnal ini memang tidak membahas secara
detail etiologi dari munculnya gejala
PTSD namun berdasarkan tabel dibawah ini cukup memberikan kita gambaran tentang
peristiwa traumatic yang dialami oleh subjek yang didiagnosis PTSD di jalur
perang GAZA.
Sample
penelitian ini terdiri dari anak remaja rentang dari umur 8 sampai 18 tahun,
sebanyak 517 anak, yang memilki symptomp PTSD. Yang selanjutnya mereka akan
diberikan intervensi berupa pelatihan Mind Body Skills (namun kami tidak
membahas secara spesifik trainingnya karena berhubungan dengan prosedur
treatman yang tidak dibahas pada makalah kali ini.)
Didalam
penelitain di jurnal ini ditemukan ada hubungan yang signifikan antara penderita
PTSD dengan eksposure kejadaian kekerasan yang terjadi selama perang berikut
adalah tabel tentang kejadian yang didapat dari hasil kutioner dan wawancara
peneliti terhadap subjek.
Pada
jurnal ini dijelaskan bahwa Anak-anak yang memiliki umur yang lebih dewasa
lebih berhasil mengikuti program mind body yang dilakukan peneliti dalam rangka
mereduksi sysmtom PTSD yang ada. Kita bisa mengambil fakta bahwa anak-anak yang
lebih usia dini lebih sulit untuk melupakan pengalaman traumaticnya dan dalam
hal gender perempuan lebih sulit pula ketimbang laki-laki.
Dan
sebagai informasi tambahan mereka mendapatkan hasil yang signifikan terhadap
intervensi yang mereka lakukan terhadap subjek terkait gejala hyper Aurosal
yang dialami oleh subjek penelitian.
Di
jurnal berikutnya juga di jelaskan tentang sysmtom PTSD yang muncul pada pemuda
yang disebabkan oleh peristiwa traumatis lainnya, di jurnal ini memakai
pendekatan meta analysis, yakni studi pada kasus-kasus bencana Alam yang pernah
terjadi.
Judul
jurnal tersebut Disasters and Youth: A Meta-Analytic Examination of
Posttraumatic Stress Pada metaanalisis ini, peneliti melakukan sintesis
literaturi, serta meringkas besarnya asosiasi keseluruhan antara bencana dan
pemuda PTS dan mengidentifikasi faktor terkait dengan variasi dalam besarnya
asosiasi ini. Meskipun variabilitas (jenis bencana yang beragam), bencana tetap
memiliki efek yang signifikan pada gejala pemuda PTSD.
Dalam
jurnal ini peneliti ingin mengidentifikasi a) efek dari besarnya bencana
tehadap symptoms PTS dan b) menguji besarnya hubungan antara post disaster
symtomp dengan aspek pre-exiting pada anak muda (age, gender), c) aspek dari
bencana dan eksposur bencana (kedekatan dengan bencana, persepsi terhadap
ancaman, bahaya yang terjadi saat bencana, tipe bencana, korban yang jatuh dan
d) aspek-aspek yang berkaitan dengan metodologi study.
Didalam
studi meta analysis ini, peneliti mengambil total 96 kasus bencana (dengan
berbagai rentang waktu), Sampel adalah anak-anak yang berumur maksimal 18 tahun
pada saat kejadian dan merupakan bencana yang lebih dari 10 orang memakan
korban di tiap tempat bencana yang terjadi. Dan mereka diuji dengan PTS
measurement type/informant (Child self-report questionnaire, Child diagnostic interview,
Parent-report questionnaire, Parent diagnostic interview, Teacher report) dan
mendapatkan data dengan jalan In person, Telephone dan Mail. berikut adalah
tabel dari Eksposure bencana yang di teliti.
Dan
hasilnya seperti yang digambarka pada tabel berikut :
Studi
Meta-analisis ini menemukan perbedaan gender dalam PTSD seluruh umur bahwa
perempuan berada dua kali kemungkinan menderita PTSD daripada laki-laki ( r
.19). Saat ini, ia tetap belum jelas apakah jenis kelamin berhubungan dengan
biologis (misalnya, hor- Perbedaan Monal, Yehuda, 1999) atau psikososial
(misalnya, lingkungan perbedaan, sosialisasi jender) variabel atau beberapa
interaksi dari dua.
Meskipun
efek usia telah di antara yang paling konsisten diperiksa berkaitan dengan
pasca bencana pemuda PTS, yang hadir meta-analitik gagal mengidentifikasi efek
usia yang signifikan.
Mengingat
sifat tak terduga bencana, hubungannya sama-sama signifikan terhadap symtops
PTSD, hanya saja tidak ada perbedaan yang menonjol antara bencana yang
disebabkan alam dan tangan manusia, dan hal ini juga bisa dikaitkan dengan
factor kesiapan bencana yang akan dihadapi oleh pemuda, serta pertahanan yang
telah dibangun.
Waktu
penilaian dikaitkan dengan kekuatan hubungan antara bencana dan pemuda pasca
bencana PTS. Studi dilakukan pada tahun pertama pasca bencana ditemukan efek
yang lebih kuat dari bencana pada pemuda PTS daripada studi yang dilakukan di
luar 1 tahun pasca bencana. Tahun pertama pasca bencana merupakan apa yang telah
telah disebut sebagai mundur, postimpact, dan pemulihan awal fase (Silverman
& La Greca, 2002; Valent, 2000), di mana waktu banyak anak yang dipaksa
untuk pindah, pindah sekolah, dan / atau mengatasi untuk pertama kalinya dengan
kehilangan orang yang dicintai.
Dan
tidak dapat dijelaskan dengan spesifik bagaimana korban tewas lebih tinggi
menjadi terkait dengan pemuda PTS. Sebagai contoh, angka kematian yang lebih
tinggi dapat meningkatkan risiko anak-anak menyaksikan kematian, yang pada
gilirannya berhubungan dengan PTS, atau mungkin meningkatkan risiko anak-anak
kehilangan orang yang dicintai, yang pada gilirannya terkait dengan PTS
(Osofsky, Osofsky, Kronenberg, Brennan, & Hansel, 2009; Pfefferbaum, Nixon,
Tucker, et al, 1999).
Sejumlah
variabel kunci tidak termasuk dalam analisis ini mungkin memainkan peran
penting. Banyak yang telah ditulis tentang psikopatologi yang sudah ada
sebelumnya, trauma sebelumnya, sumber daya coping anak, dukungan sosial,
paparan berulang media terkait bencana, ketersediaan pelayanan kesehatan mental,
ras / etnis, prasangka dan diskriminasi, dan orangtua yang juga mengalami
psikopatologi (Comer, Furr, Beidas, Weiner, & Kendall, 2008; Comer &
Kendall, 2007; Korol, Green, & Gleser, 1999; La Greca et al, 1996;.
Silverman & La Greca, 2002; Swenson et al, 1996;. Weems & Overstreet,
2008).
Hasil
negatif lainnya dapat mencakup kecemasan lain gangguan, depresi, kesedihan yang
rumit dan traumatis, eksternalisasi gangguan, dan gangguan akademik dan sosial.
Ketahanan sebagai hasil (Luthar, 2003), dan faktor-faktor yang mempromosikan
ketahanan, perlu dimasukkan ke dalam penelitian pasca bencana, serta pertimbangan
pertumbuhan pasca trauma (yaitu, psikologis yang positif perubahan yang dialami
pada masa setelah peristiwa kehidupan traumatis).
Implikasi
Klinis
Pasca
Traumatic Stress Disorder
Mengapa
beberapa orang mendapatkan PTSD dan orang lain tidak?
Penting
untuk diingat bahwa tidak semua orang yang tinggal melalui peristiwa berbahaya
mendapatkan PTSD. Bahkan, sebagian besar tidak akan mendapatkan gangguan.
Banyak faktor yang berperan dalam apakah seseorang akan mendapatkan PTSD.
Beberapa di antaranya adalah faktor
risiko yang membuat seseorang lebih mungkin untuk mendapatkan PTSD. Faktor-faktor
lain, yang disebut faktor ketahanan, dapat membantu mengurangi risiko gangguan.
Beberapa risiko tersebut dan faktor ketahanan yang sudah ada sebelum trauma dan
lain-lain menjadi penting selama dan setelah peristiwa traumatis.
Faktor
risiko untuk PTSD meliputi:
•
Hidup
melalui peristiwa berbahaya dan trauma
•
Memiliki
sejarah penyakit mental
•
Terluka
•
Melihat
orang terluka atau terbunuh
•
Merasa
horor, tidak berdaya, atau ketakutan ekstrim
•
Memiliki
dukungan sosial sedikit atau tidak setelah kejadian
•
Berurusan
dengan stres tambahan setelah acara, seperti kehilangan orang yang dicintai,
rasa sakit dan cedera, atau kehilangan pekerjaan atau rumah.
Faktor
ketahanan yang dapat mengurangi risiko PTSD meliputi:
•
Mencari
dukungan dari orang lain, seperti teman dan keluarga
•
Menemukan
kelompok pendukung setelah peristiwa traumatis
•
Merasa
baik tentang tindakan orang itu sendiri dalam menghadapi bahaya
•
Memiliki
strategi coping, atau cara untuk mendapatkan melalui acara buruk dan belajar
dari itu
•
Mampu
bertindak dan merespons secara efektif meskipun merasa ketakutan.
Para
peneliti sedang mempelajari pentingnya berbagai risiko dan faktor ketahanan.
Dengan studi lebih lanjut, dimungkinkan suatu hari nanti untuk memprediksi
siapa yang kemungkinan untuk mendapatkan PTSD dan mencegahnya.