Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 13 Mei 2015

Jasa analisis data statistik

Salman Consulting
Jasa konsultasi statistik untuk penelitian, riset, survey

Telp: 083180602691



Menyediakan layanan jasa bantuan analisis data untuk keperluan penelitian untuk skripsi, thesis, disertasi, survey dan lainnya. Serta membantu anda menginterpretasikan hasil tersebut, ditangani oleh tenaga ahli yang telah berpengalaman.

Menyediakan layanan Analisis regresi (linear regression, logistic regression, multinomial regression, probit regression dan lainnya), Analisis factor (explanatory factor analysis, confirmatory factor analysis), structural equation model (sem), item response theory (irt) dan berbagai jenis analisis lainnya sesuai dengan kebutuhan anda, dengan menggunakan software spss, amos, lisrel, winstep dan mplus, 

Kami siap melayani kebutuhan anda.

Hub: 083180602691 (sms or whatapp)
Pinbb: 7E523F72

Email: salman.privacy09@gmail.com

Selasa, 10 Februari 2015

Pengertian Motivasi

Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu[1] karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku (Kreitner dan Kinicki, 2005:248).

Keberhasilan pengelolaan sebuah organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pemberdayaan sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, sehingga sangat penting untuk diketahui bahwa ada teknik-teknik yang dapat memelihara dan mempertahankan loyalitas prajurit antara lain adalah motivasi. Mengutip Ivancevich, dkk, ”motivation is the concept we use when we describe the forces acting on or within an individual to initiate and direct behavior.[2] Pendapat ini menyampaikan bahwa motivasi mendorong kekuatan atau tenaga dalam diri seseorang untuk berbuat/berinisisatif dan mengarahkan perilakunya. Sedangkan Menurut Frederick Herzberg yang dikenal dengan teori motivasi dua faktor atau motivator higiene[3] menyatakan bahwa serangkaian kondisi ekstrinsik, konteks pekerjaan, yang menimbulkan ketidakpuasan antar karyawan ketika kondisi tersebut tidak ada, namun jika kondisi tersebut ada maka kondisi tersebut tidak selalu memotivasi prajurit. Kondisi ini adalah dissatisfier atau faktor higiene karena faktor-faktor itu diperlukan untuk mempertahankan setidaknya suatu tingkatan dari tidak adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.      Gaji
2.      Keamanan Pekerjaan
3.      Kondisi Kerja
4.      Status
5.      Prosedur Perusahaan
6.      Kualitas pengawasan teknis
7.      Kualitas hubungan interpersonal antar rekan kerja, dangan atasan dan dengan bawahan.
Lebih lanjut Herzberg menyampaikan bahwa faktor motivator adalah faktor utama yang berhubungan langsung dengan isi pekerjaan atau faktor-faktor instrinsik. Faktor ini dapat mendorong orang untuk bekerja lebih baik yang terdiri dari prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi individu. Motivasi sebagai pendorong bagi seseorang untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih baik juga merupakan faktor yang membuat perbedaan antara sukses dan gagalnya dalam banyak hal dan merupakan tenaga emosional yang sangat penting untuk pekerjaan baru.[4]
Adapun tujuan dari motivasi kerja kepada karyawan seperti yang disampaikan oleh Syadam dalam Kadarisman, adalah untuk : [5]
1.      Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan;
2.      Meningkatkan gairah dan semangat kerja;
3.      Meningkatkan disiplin kerja;
4.      Meningkatkan prestasi kerja;
5.      Meningkatkan rasa tanggung jawab;
6.      Meningkatkan produktivitas dan efisiensi;
7.      Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.
            Menurut Rivai dalam Kadarisman, menyatakan bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesefik sesuai dengan tujuan individu.[6] Motivasi sebagai pendorong atau maupun menggerakkan seseorang untuk bekerja dan motivasi bertolak belakang dari ketentuan yang belum terpenuhi.
Menurut Maslow yang dikutip Siagian dalam Kadarisman, mengemukakan tentang teori hierarki kebutuhan, terdapat 5 (lima) lima kebutuhan pegawai dalam organisasi yang disusun secara hierarkis (bertingkat) yaitu :[7]
1.      Kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs)seperti sandang, pangan dan papan.
2.      Kebutuhan keamanan (safety needs) seperti kebutuhan akan keamanan jiwa dan harta.
3.      Kebutuhan sosial (social needs) seperti kebutuhan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal dan kebutuhan ikut serta di dalam organisasi.
4.      Kebutuhan akan prestise (esteem needs) yaitu kebutuhan akan status yang diduduki oleh seseorang.
5.      Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self aktualization) yaitu kebutuhan untuk mengembangkan kapasitas mental dan karyawan melalui on the job training, seminar, loka karya, dan sebagainya.
Teori Maslow yang berkaitan dengan motivasi kerja, dirinci sebagai berikut yaitu: kebutuhan yang mendasar adalah upah, kebutuhan berikutnya adalah rasa aman, yang paling dihubungkan Iangsung dengan pekerjaannya, termasuk perencanaan masa kerja dan pensiun. Kebutuhan rasa memiliki dicerminkan pada keanggotaan kelompok formal dan non formal, kebutuhan harga diri ditandai dengan adanya gelar, status, dan promosi. Kebutuhan aktualisasi diri tampak pada keinginan untuk berprestasi.Kriteria pemenuhan kebutuhan pegawai yang dirumuskan oleh Maslow di atas menyatakan bahwa semakin rendah kriteria tingkat kebutuhan yang ada semakin besar prosentase pemenuhannya. Sebaliknya semakin tinggi kriteria tingkat kebutuhan menunjukkan angka prosentase yang Iebih kecil.
Untuk menghindari kekurang tepatan menggunakan istilah motivasi perlu kiranya dikemukakan oleh Manullang dalam (Martoyo,2007) tentang beberapa istilah yang mirip dengan pengertian dari :
1)     Motif disamakan artinya dengan kata-kata dorongan, serta alasan, yang dimaksud dengan motif adalah dorongan atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak.
2)     Motivasi atau motivation menimbulkan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang dapat menimbulkan dororngan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang mendorong orang bertindak dengan cara tertentu.
3)     Motivasi kerja adalah bertolak dari arti motivasi, maka motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau kata lain pendorong semangat.
4)     Insentive atau insentif dapat digantikan dengan kata alat komunikasi, sarana komunikasi, sarana penimbul motivasi atau sarana yang menimbulkan dorongan.




[1] Brigjen TNI Amiroeddin Sjarif, S.H. ,Disiplin Militer dan pembinaanya tahun 1983 hal 39
[2]Ivancevich,Jhon M, dkk.(2012). Organization : Behavior, Structure, Processes.New York, Published by McGraw-Hill, hlm 126
[3]Robbins,Stephen P.,Judge,Timothy A.(2007). Perilaku Organisasi. (Terjemahan : Diana Angelica, Ria Cahyadi dan Abdul Rosyid), Jakarta, Salemba Empat ,hlm 227
[4] Kadarisman.M.(2012).Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, hal 278

Minggu, 01 Februari 2015

Kumpulan Ebook Keren

sebagai ucapan terima kasih kepada saudara/i yang telah mengisi kusioner. terdapat ebook-ebook menarik yang dapat di download di bawah ini





  • 7 keajaiban rezeki http://www.mediafire.com/view/n1n24d9j3zu7ag6/7_Keajaiban_Rezeki.pdf
  • teknik professionalk photoshop cs3 http://www.mediafire.com/view/yp9y7bsmpwzeuap/teknik_professional_photoshop_cs3.pdf
  • ebook pamlmesrty (ramalan tangan) http://www.mediafire.com/view/hqghqdty18e5oy6/ramalan_tangan.pdf
  •  853 nama bayi islam http://www.mediafire.com/view/0fkziphnk79dmnl/853_nama_bayi_muslim.pdf
  • bukan negeri dongeng http://www.mediafire.com/view/t20bhtgywbfxd15/bukan_di_negeri_dongeng.pdf
  • dialog dengan jin muslim http://www.mediafire.com/view/ypocjxg7xe7yx87/Dialog_Dengan_Jin_Muslim.pdf
  • psikologi humor http://www.mediafire.com/view/d09hlu3zu8pd6e0/Humor_Psikologi_-_Achmanto_Mendatu_(2010).pdf
  • terjemahan kitab riyadushalihin http://www.mediafire.com/view/fd3oh7tab6479a7/KITAB_Riyadushalihin.pdf
  • Make money online with YouTube http://www.mediafire.com/view/hi5t5utdy3feetu/Make_Money_Online_With_Youtube.pdf


  • Sejarah tuhan http://www.mediafire.com/view/4hj29sowomk0rvw/Sejarah_tuhan.pdf

  • Resep cake http://www.mediafire.com/view/qyxxhi9wkm4xets/resep_cake.pdf
  • resep kue basah http://www.mediafire.com/view/r62zzql6ke728eb/resep_kue-basah.pdf
  • resep desert http://www.mediafire.com/view/org7q8gzn3egcbx/resep_dessert.pdf

  • NLP (Neuro-Linguistic_Psychology) http://www.mediafire.com/view/37d2apb6js1i9bu/NLP_-_Neuro-Linguistic_Psychology_-_Beyond_Words.pdf

  • kumpulan bacaan psikologi http://www.mediafire.com/download/yr9p231e8o2zpr9/Kumpulan_bacaan_psikologi.rar

  • kumpulan cerita motivasi Andrias Harefa http://www.mediafire.com/download/4m0mtywykzuervt/Cerita_motivasi_Andrias_Harefa.rar

Selasa, 06 Januari 2015

Perilaku menabung (mengapa orang menabung)

Dalam tinjauan psikologi perilaku konsumen, menurut Fisher terdapat dua macam pola perilaku konsumen terhadap uang. Yang pertama perilaku konsumen yang cenderung membelanjakan atau menghabiskan uang. Sering kali uang yang dipakai itu bukan untuk keperluan yang bergitu penting, ketika mereka melihat barang yang menarik atau diinginkan tanpa perlu pikir panjang. Mereka merasakan dorongan untuk menghabiskan uang dan memakainya secara tak terkontrol tanpa perlu berpikir untuk menyimpan beberapa bagian dari uang tersebut. Mereka cenderung membelanjakan jumlah uang yang mereka miliki untuk kebutuhan mereka pada saat ini.



Disisi lain ada beberapa orang yang menggangap uang sebagai sesuatu yang menjanjikan kedepan artinya untuk memprioritaskan kebutuhan ke depan nantiya mereka cenderung untuk menunda kesenangan untuk menghabiskan uang.sebaliknya dengan mengumpulkan uang, atau menyimpannya untuk tujuan-tujuan tertentu seperti menikah, biaya kuliah, atau biaya-biaya tidak terduga lainnya. Atau untuk mengumpulkan uang untuk sesuatu yang ingin dibeli dikemudian hari nantinya. Bentuk menyimpan uang ini bisa dengan berbagai cara bisa dengan menabung, berinvestasi atau lainnya (Fisher, 2000).

Salah satu jalan menyimpan uang yang paling sering dilakukan adalah dengan menabung, menabung bukanlah kata yang asing lagi ditelinga kita, hampir semua orang tahu tentang menabung. Menabung bisa melalui bank, menabung sendiri atau bahkan investasi emas. Namun yang menjadi masalah adalah kebiasaan menabung itu sendiri. menabung sering terngiang di telinga kita, tetapi tetap saja tidak semua orang menjadikan menabung sebagai kebiasaannya, walau memang ada sebagian orang yang gemar menabung, namun menabung terbukti sangat sulit diterapkan (Wardhani, 2008).

Faktanya banyak pengamat dari bidang ekonomi saat ini prihatin tentang rendahnya tingkat tabungan pribadi di Indonesia. Rendahnya angka tabungan ini membawa implikasi pada banyak hal, baik bagi pribadi itu sendiri maupun untuk negara secara keseluruhan seperti yang di lansir dibawah ini di beberapa berita.

"Jumlah kepemilikan rekening tabungan masih di bawah 50 persen dari total penduduk Indonesia saat ini," kata anggota Komisi XI DPR, Kemal Azis Stamboel. Berdasarkan penelitiannya, hanya sekitar 19,6 persen masyarakat Indonesia berusia di atas 15 tahun yang mempunyai rekening tabungan. Padahal, jumlahnya di Malaysia sudah 66,2 persen, Thailand 72,7 persen, dan Singapura 98,2 persen (okezone.com).

Masalah yang terjadi pada zaman yang serba konsumtif, orang-orang lupa untuk hidup hemat, apalagi menabung. Alih-alih mengajak menabung, kita terkadang lupa diri bila sudah berada di tempat-tempat perbelanjaan (Wardhani, 2008). Tawaran diskon atau voucher membuat mereka segera merogoh dompet tanpa berpikir apakah barang yang dibeli benar-benar dibutuhkan. Gaya hidup konsumtif semacam ini semakin dimudahkan dengan berbagai kemudahan yang di tawarkan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan ekonomis, di tengah iming-iming yang serba menarik hati, kita harus bekerja ekstra keras untuk menarik diri dari perilaku konsumtif tersebut.

Seperti yang kita ketahui bersama ditengah-tengah keadaan yang serba ekonomis seperti sekarang ini, dimana semua berbagai macam hal muncul melalui media iklan membuat seolah-olah barang yang mereka tawarkan adalah barang yang penting. Kita sebagai konsumen seringkali lupa dan tidak menyadari mana yang penting dan tidak penting untuk kita beli. Uang yang harusnya bisa kita simpan untuk kedepannya, malah habis dengan tidak menentu untuk hal-hal yang belum tentu kita perlukan. Maka diperlukan kemampuan untuk mengelolo uang.

Kemampuan seseorang untuk mengelola uangnya adalah hal yang penting untuk menjadi sukses dalam hidup. Manajemen keuangan memiliki telah diidentifikasi sebagai penentu utama kesejahteraan keuangan seseorang (Garman & Forgue, 2006; Joo, 2008; Xiao, Tang & Shim, 2009). Manajemen keuangan yang efektif oleh seseorang sangat penting dalam mengembangkan kehidupannya karena merupakan komponen yang sangat diperlukan perbaikan kondisi ekonomi (Copur et al., 2010:1626).

Menurut Keynes (1936) ada 8 motif yang berbeda dalam menabung yaitu : (1) Precaution (tindakan pencegahan), berimplikasi pada menambah cadangan untuk menghadapi keadaan yang tidak terduga; (2) Foresight (tinjauan masa depan), untuk mengantisipasi perbedaan antara pendapatan dengan pengeluaran belanja di masa depan (the life-cycle motive); (3) Calculation (perhitungan), ingin memperoleh keununtungan (bunga uang); (4) Improvement (perbaikan), meningkatkan standar hidup untuk waktu yang lama; (5) Independence (kebebasan), menunjukkan adanya kebutuhan akan kebebasan dan memiliki kekuasaan untuk melakukan sesuatu; (6) Enterprise (usaha), adanya kebebasan untuk menanamkan uang ketika ia memungkinkan (mendukung); (7) Pride (kebanggaan), lebih tertuju pada menempatkan uang untuk ahli waris (the bequest motive); dan (8) Avarice (keserakahan harta) atau kekikiran yang sesungguhnya.

Sedangkan Browning dan Lusardi (1996) menambahkan adanya down-payment motive, yaitu keinginan (hasrat) untuk mengakumulasikan keseluruhan uang untuk digunakan sebagai alat pembayaran terhadap barang yang mahal dan tahan lama seperti rumah atau mobil. untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai mengapa orang mau menabung dan motif apa yang mendasarinya.

Minggu, 14 Desember 2014

Teori komunikasi Interpersonal

Defenisi Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1997), komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjalin antara satu orang dengan orang lain yang mereka tersebut mempunyai sebuah hubungan, menurutnya komunikasi interpersonal meliputi apa yang terjadi antara anak dengan orang tua, dua orang yang bersaudara, antara seorang guru dan murid, dua orang yang saling mencinta, atau antara dua orang teman dan sebagainya. Sedangkan Bienvenu (1987) berpendapat bahwa komunikasi interpersonal dikatakan baik dikarenakan adanya konsep diri yang dapat mempengaruhi komunikasi tersebut, kemudian adanya kemampuan untuk mendengarkan isi dari komunikasi tersebut, juga marnpu mengekspresikan pikiran dan dapat mengatasi emosi terutama kemarahan, yang paling penting adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan baik. Komunikasi yang terjadi antara dua orang (dyadic) merupakan komunikasi interpersonal.



Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito dalam bukunya "Human Communication" (2006), dijelaskan tujuan komunikasi interpersonal diantaranya:
  • a. Mempelajari, untuk mendapatkan pengetahuan diri dan orang lain serta untuk memperoleh keahlian.
  • b. Berhubungan, untuk membina dan memelihara hubungan dengan orang lain
  • c. Mempengaruhi, untuk mengendalikan dan mengarahkan. Dalam berkomunikasi kita beursaha untuk mengubah sikap dan perilaku orang lain sena herusaha mengajak orang lain melakukan sesuatu.
  • d. Memainkan, untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan hati. Kita rnenggunakan banyak perilaku komunikasi untuk bermain dan menghibur diri.
  • e. Membantu untuk menolong, melayani kebutuhan orang lain dan untuk menghibur diri sendiri dan orang lain. 

Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal
Devito (1997) menjelaskan lima aspek yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, yaitu:

1. Openess (keterbukaan)
Sikap keterbukaan paling tidak (menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antar pribadi. Pertama, terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengannya, yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah yang umum agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita, sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Kedua, dari keterbukaan menunjuk pada kemauan untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap segala sesuatu yang dikatakannya.

2. Emphaty (empati)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. Dalam arti bahwa seseorang secara emosional ataupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain.

3. Supporiiveness (dukungan)
Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. dengan demikian keinginan atau hasrat Yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan.

4. Positiveness (rasa positif)
Jika setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, maka lebih mudah melanjutkan percakapan yang selanjutnya. Rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.

5. Equality (kesamaan)
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antarpribadi pun lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, kesamaan sikap, kesamaan usia, kesamaan idiologi dan sebagainya.
Millard J. Bienvenu (1987) membagi komunikasi interpersonal menjadi 5 (lima) aspek yang disebut dengan "Interpersonal Communication Inventory" dan digunakan sebagai alat ukur untuk komunikasi interpersonal, yaitu:

1. Self-Concept
Konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.

2. Ability
Kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik, keterampilan yang mendapat sedikit perhatian. Dan kemampuan mengekspresika

3. Skill Experience
Banyak orang merasa sulit untuk melakukan kemampuan untuk mengekspresikan pikiran dan ide-idenya.

4. Emotion
Yang dimaksud di sini adalah individu dapat mengatasi emosinya dengan cara konstrulctif (memperbaiki kemarahan).

5. Self-Disclosure
Keinginan untuk berkomunikasi kepada orang lain secara bebas dan terus terang, dengan tujuan untuk menjaga hubungan interpersonal.

Rabu, 12 November 2014

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hemat Energi

Pada post kali ini, akan dibahas mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku hemat energi. Berbagai literatur menjelaskan faktor yang mempengaruhi perilaku hemat energi muncul dari berbagai macam bidang, seperti ekonomi, sosial dan psikologi tentunya. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku hemat energi :



A. Pendidikan
Pendidikan diyakini memainkan peran penting. Orang berpendidikan tinggi memiliki kepedulian tinggi bagi masa depan dan lingkungan. semakin seseorang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, maka semakin peduli ia terhadap kelangsungan lingkungan. dan salah satunya dengan menghemat energi (Barr et al. 2005).

B. Pendapatan
Menurut Kuznets (2008) bahwa penggunaan energi rumah tangga di negara-negara berpenghasilan tinggi jauh lebih tinggi daripada di negara-negara berpenghasilan rendah. Tentu saja, ini adalah hubungan tingkat makro. Ketika melihat tingkat mikro rumah tangga, Menurut Gusbin et al. (2004): "Mengenai dampak pendapatan terhadap permintaan energi dan pendapatan rumah tangga. dengan pendapatan yang tinggi akan memungkinkan seseorang untuk membeli peralatan yang efisien dan hemat energi yang cenderung lebih mahal daripada peralatan konvensional. Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga yang lebih tinggi berkorelasi dengan kepedulian lingkungan yang lebih rendah (Anker-Nilsson. 2003).

C. Usia
Ada pengaruh yang positif walaupun tidak signifikan usia terhadap perilaku hemat energi, menurut beberapa studi menunjukkan bahwa konsumen yang lebih muda dan berpendidikan tampaknya lebih tepat dan lebih peduli terhadap lingkungan. Namun dalam literatur lainnya usia 65 tahun keatas terbukti lebih peduli dan melakukan perilaku penghematan energi (Lee & Emmel, 2003).

D. Pernikahan
Ada perbedaan perilaku hemat energi dan kesediaan untuk menghemat energi pada orang yang single dari pada mereka yang berkeluarga atau memiliki tanggungan, ini tampaknya disebabkan karena banyak beban energi yang dipakai pada kelompok yang telah berkeluarga (Handgraaf et.al., 2013).

E. Tempat tinggal
Negara-negara Asia yang ditandai dengan perbedaan tajam antara gaya hidup di daerah perkotaan dan pedesaan (Cai dan Jiang, 2008; Hubacek et.al., 2007; Reddy dan Balachandra, 2006). Pada Negara berkembang, ada kesenjangan yang signifikan antara gaya hidup pedesaan dan perkotaan. Di daerah pedesaan, gaya hidup tradisional biasanya tetap stabil, sedangkan daerah perkotaan mengalami periode konsentrasi penduduk yang cepat. Perbedaan antara pedesaan dan perkotaan merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan hemat energi yang tepat.

F. Difusi baru (eco-) teknologi
Hal ini jelas bahwa teknologi baru setidaknya akan memainkan beberapa peran dalam mencapai target penghematan energi ambisius pada tahun 2050. Teknologi tersebut sangat penting untuk diproduksi, tetapi juga pada sisi konsumsi, rumah tangga harus mengadopsi sejumlah inovasi teknologi baru. Namun, dibutuhkan proses yang panjang untuk inovasi teknologi untuk berpindah dari langkah dari penemuan ini untuk langkah digunakan secara luas pada berbagai tingkat lapisan masyarakat (Bachus & Ootegem, 2011).

G. Kondisi Lingkungan
Para konsumen energi yang percaya bahwa kondisi lingkungan saat ini memburuk dan merupakan masalah serius yang dihadapi keamanan dunia akan melakukan tindakan untuk melakukan penghematan energi. sedangkan konsumen yang kurang masuk akal untuk isu-isu ekologi merasa bahwa masalah lingkungan akan selesai dengan sendirinya (Laroche et.al., 2002).

H. Interaksi sosial dan Dukungan sosial
Pengaruh interaksi sosial terhadap perilaku hemat energi juga ditekankan dalam beberapa studi (misalnya, Ek dan Soderholm, 2010) bahwa interaksi sosial antar konsumen memungkinkan untuk saling menyebarnya informasi mengenai isu-isu lingkungan. Penelitian di Cina tentang kebijakan dan propaganda sosial oleh pemerintah memiliki peran penting (Wang et al, 2011). Selain itu, ada juga kebutuhan untuk informasi yang konsisten melalui interaksi sosial serta dukungan sosial dari lingkungan dari individu-individu agar dapat secara efektif memicu perilaku hemat energi (Bartiaux, 2008) dan ditambah lagi bahwa masyarakat kolektif (seperti masyarakat Indonesia) memiliki interaksi sosial yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat individualistis (Faiers et.al., 2007; Lynn dan Gelb, 1996). Perilaku dan opini dari mereka yang termasuk jaringan sosial masyarakat keluarga, kelompok referensi, seperti tetangga, teman dan lainnya) merupakan faktor penentu penting lainnya mengenai motivasi untuk perilaku hemat energi dan juga terkait dengan dilema social karena dengan adanya dukungan dilema sosial yang dialami seseorang ketika mengubah perilakunya bisa menghilang. Ini kadang-kadang disebut efek “lock-in” (Bachus and Ootegem, 2011).

I. Alat dan Transportasi yang Digunakan
Rumah tangga menggunakan energi untuk berbagai kegiatan. Dua domain yang berbeda dari kegiatan rumah tangga dapat dibedakan : indoor maupun outdoor. Menurut Van Diepen (2000), perbedaan ini mencerminkan perbedaan antara indoor dan outdoor, umumnya , kegiatan di kedua domain membutuhkan energi. Kegiatan indoor berada di rumah dan mencakup kegiatan seperti pemanas rumah, pencahayaan dan penggunaan peralatan rumah tangga. Penggunaan energi di indoor Belanda telah meningkat secara signifikan selama dekade terakhir (Noorman & Schoot Uiterkamp, 1998; Steg, 1999). Kegiatan di luar ruangan perhatian terutama transportasi dengan cara apapun, misalnya, untuk komuter, belanja, kegiatan rekreasi, dan hari libur.
Transportasi telah menjadi semakin penting. Tieleman (1998) bahkan menggambarkan transportasi bermotor sebagai bagian tak terhindarkan dari kehidupan modern. Total penggunaan energi untuk lalu lintas dan transportasi di Belanda telah meningkat secara substansial sekitar 30% dekade terakhir (CBS, 2001).

J. Harga dan Pajak
Penelitian ekonometrik yang relatif baru menyimpulkan bahwa harga-elastisitas permintaan energi adalah -0,45, menyiratkan bahwa kenaikan harga dengan 10% mengurangi permintaan dengan 4,5% (Killian, 2007). Konsultan Belanda Ecofys memperkirakan elastisitas harga untuk listrik dan permintaan gas menjadi sekitar -0,2, SEO (1998) menggunakan elastisitas harga untuk permintaan listrik dari -0,5. Untuk Belgia, model MARKAL/TIMES digunakan, tetapi menurut Proost dan Duerinck (2010)
Meskipun pajak adalah salah satu instrumen kebijakan yang paling populer, penggunaannya sebagai alat untuk secara aktif mengarahkan perilaku ke arah yang lebih berkelanjutan masih sangat terbatas. Banyak ilmuwan, terutama ekonomi, hal sebagai jenis yang paling efektif dari instrumen kebijakan untuk mewujudkan perubahan perilaku. Namun, banyak hambatan tetap untuk pelaksanaannya, yang paling penting adalah umum jenis perpajakan dengan bisnis dan masyarakat umum. Hambatan lainnya adalah dugaan adanya efek samping negatif, baik ekonomi (misalnya hilangnya daya saing) dan (misalnya dampak negatif distribusi) sosial.

K. Sikap terhadap hemat energi
Tidak mungkin untuk memisahkan antara "sikap-perilaku" (dengan fokus pada perilaku lingkungan). Orang mungkin menentang penghematan energi karena mereka percaya ini akan merusak kualitas hidup mereka. Karena mereka bersikap negatif terhadapnya penghematan tersebut. Sebaliknya jika mereka bersikap positif dan percaya ada keuntungan dari hemat energi maka mereka cenderung melakukan perilaku tersebut (Dean et al, 2006).

L. Identitas Personal & Self Control
Identitas personal juga mempengaruhi tindakan menghemat energi pada beberapa kalangan (bagaimana orang melihat diri mereka sendiri dan bagaimana mereka merasa masyarakat memandang mereka) dan norma-norma, yang bagaimana orang-orang umumnya bertindak dalam masyarakat ikut (Bachus & Ootegem, 2011). Kontrol diri berkaitan dengan kemauan seseorang yang terjebak dalam kebiasaan dan rutinitas lama, untuk beralih ke kebiasaan yang baru. kebiasaan yang sering diulang perilaku yang otomatis dan sering tertanam. (Bachus & Ootegem 2011).

M. Pengetahuan dan Informasi Mengenai Isu lingkungan
Penelitian yang lebih tradisional terhadap penggunaan energi dan harga dan pendapatan atau penentu lainnya mengasumsikan bahwa orang-orang (rumah tangga) menyadari jumlah dan jenis energi yang mereka gunakan. Namun pada kenyataannya, mungkin juga menjadi kasus yang sebagian besar rumah tangga tidak benar-benar tahu apa jenis layanan energi yang mereka beli saat menggunakan jenis tertentu peralatan, atau ketika pemanasan rumah mereka, atau ketika melakukan investasi, dll. Jadi, sebuah cabang menarik dari literatur berfokus pada hubungan antara penggunaan energi dan pengetahuan dan informasi tentang penggunaan energi tersebut.
Abrahamse, W.; Steg, L.; Vlek, C dan Rothengatter, T. (2007). Salah satu kesimpulan dari publikasi ini, relevan untuk metering bagian pintar dari proyek INESPO adalah bahwa " Secara keseluruhan, penyediaan informasi tampaknya mengarah ke perubahan dalam pengetahuan tentang masalah di tangan”. Terutama sehubungan dengan penggunaan energi tidak langsung orang mungkin meragukan upaya mereka dapat secara efektif mengurangi penggunaan energi. Orang tidak dapat memeriksa jumlah aktual energi yang dihemat. Kurangnya kredibilitas harus dicegah dengan meningkatkan transparansi dan mencegah pesan yang tidak konsisten. (Bachus and Ootegem, 2011).
Banyak penelitian lain menekankan peran informasi dalam mempromosikan penghematan energi Pengetahuan lingkungan, termasuk pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan iklim, (Wang et.al., 2011).

Minggu, 14 September 2014

Health Belief Model (HBM)

Health Belief Model (HBM) adalah teori yang paling umum digunakan dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz, Rimer, & Lewis, 2002; National Cancer Institute [NCI], 2003) (dalam Turner, Hunt, Dibrezzo, & Jones, 2004). HBM berisi beberapa konsep utama yang memprediksi mengapa orang-orang akan mengambil tindakan untuk mencegah, untuk menyaring, atau untuk mengontrol kondisi penyakit. HBM termasuk kepada kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan untuk perilaku, isyarat untuk bertindak, dan yang paling baru self-efficacy. Ini dikembangkan pada 1950-an sebagai cara untuk menjelaskan mengapa program skrining medis yang ditawarkan oleh US Public Health Service, terutama untuk TBC, tidak begitu sukses (Hoch-Baum dalam Turner et.al., 2004). Konsep asli yang mendasari HBM adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hochbaum dalam Turner et.al., 2004).



Jika individu menganggap diri mereka sebagai rentan terhadap kondisi, percaya bahwa kondisi akan memiliki konsekuensi yang serius, percaya bahwa suatu tindakan tersedia bagi mereka akan bermanfaat dalam mengurangi kerentanan mereka terhadap baik atau buruknya kondisi, dan percaya manfaat yang diharapkan mengambil tindakan lebih besar daripada hambatan (atau biaya) tindakan, mereka akan mengambil tindakan yang mereka percaya akan mengurangi risiko mereka (Champion & Skinner dalam Glanz, 2008).

Aspek-aspek health belief model (HBM)

Champion dan Skinner (dalam Glanz, 2008) mengemukakan adanya enam aspek dari health belief model (HBM), yaitu:

1. Perceived susceptibility, yaitu mengukur persepsi kerentanan mengacu pada keyakinan tentang kemungkinan mendapatkan penyakit atau kondisi. Misalnya, seorang wanita harus percaya ada kemungkinan terkena kanker payudara sebelum ia akan tertarik untuk memperoleh mammogram.

2. Perceived severity, yaitu mengukur perasaan tentang keseriusan tertular penyakit atau membiarkannya tidak diobati meliputi evaluasi dari kedua konsekuensi medis dan klinis (misalnya, kematian, cacat, dan nyeri) dan konsekuensi sosial yang mungkin (seperti dampak kondisi pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Kombinasi kerentanan dan keparahan telah diberi label sebagai ancaman.

3. Perceived benefits, yaitu mengukur keyakinan orang mengenai manfaat yang dirasakan dari berbagai tindakan yang tersedia untuk mengurangi ancaman penyakit. Persepsi non-kesehatan lainnya, seperti penghematan keuangan yang berkaitan dengan berhenti merokok atau menyenangkan keluarga anggota dengan memiliki mammogram, juga dapat mempengaruhi keputusan perilaku. Dengan demikian, individu menunjukkan keyakinan optimal dalam kerentanan dan keparahan yang tidak diharapkan untuk menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan dan mereka juga menganggap tindakan yang dilakukan sebagai sesuatu yang berpotensi menguntungkan dan mengurangi ancaman.

4. Perceived barriers, yaitu mengukur penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial (Rosenstock, 1966).

5. Cues to action, yaitu mengukur peristiwa-peristiwa, orang-orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka. Informan kunci memiliki banyak saran mengenai saluran intervensi dan strategi untuk mencapai orang-orang Afrika-Amerika (Allen, Kennedy, Wilson-Glover & Gilligan, 2007). Di antara saluran intervensi sering disebutkan adalah gereja, tukang cukur, organisasi persaudaraan, acara olahraga, kelompok sipil, dan sosial, dan penjara sebagai media edukasi dan penggerak bagi pria Afrika-Amerika untuk menghadiri program-program pendidikan kanker prostat (Allen et.al., 2007). Mendengar cerita TV atau berita radio tentang penyakit bawaan makanan dan membaca petunjuk penanganan yang aman untuk paket daging mentah dan unggas merupakan isyarat untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku yang terkait dengan perilaku penanganan makanan yang lebih aman (Hanson & Benediktus dalam Turner et.al., 2008).

6. Self-efficacy, yaitu mengukur keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan hasil (Bandura, dalam Glanz, 2008). Bandura membedakan harapan self-efficacy dari harapan hasil, dimana harapan dari self-efficacy didefinisikan sebagai seseorang yang memperkirakan bahwa perilaku tertentu akan menyebabkan hasil tertentu. Harapan hasil yang mirip tapi berbeda dari konsep HBM dirasakan manfaatnya. Pada tahun 1988, Rosenstock, Strecher, dan Becker (dalam Glanz, 2008) menyarankan bahwa self efficacy ditambahkan ke HBM sebagai konstruk yang terpisah, dan sementara kerentanan, keparahan, dan manfaat termasuk dalam konsep asli HBM.