Pages

Rabu, 16 Januari 2013

Etiologi ganguan makan (etiology eating disorder)

Faktor-faktor biologis
Genetic : Gangguan Anoreksia dan bulimia cenderung menurun dalam keluarga (gerald. 2009), dimana hubungan genetis memungkinkan kerabat yang menderita ganguan untuk menderita gangguan makan juga. dan studi Anak kembar membuktikan bahwa gangguan yang sama lebih mungkin di derita oleh kembar Mono Zygot dibanding Dua telur dan gen memiliki pengaruh yang lebih besar pada orang-orang kembar untuk menderita gangguan ketimbang faktor-faktor lingkungan (Wade dkk.2000). Dan begitu juga siptom-siptom gangguan makan juga mungkin diturunkan melalui hubungan genetik.
Ganguan Makan dan otak. Hipotalamus adalah pusat otak yang berperan dalam pengaturan rasa lapar dan makan, penelitian terhadap hewan dengan cidera pada lateral hippotalamusnya mengalami penurunan berat makan dan selera makan.  Para penderita Anoreksia memiliki kadar hormon kortisol yang tidak normal, namun bukan sebagai penyebab anoreksia, tapi sebagai akibat dari melaparkan diri. Kadarnya akan kembali normal ketika normalnya berat badan (Davison. 2010).
Opiod endogenus adalah zat yang diproduksi untuk mengurangi sensasi sakit, meningkatkan mood, menekan selera makan, dimana Opiod diproduksi ketika lapar. Kelaparan pada penderita anoreksia meningkatkan kadar opoid sehingga menyebabkan kondisi eufhoria dan memberikan penguatan positif (Davison. 2010).
Dalam studi yang lain disebutkan bahwa ada beberapa neurotransmitter yang memilki pengaruh terhadap gangguan; yang mengendalikan rasa lapar dan kenyang, salah satunya seretonin yang berperan dalam mengendalikan rasa kenyang (Davidson. 2010), terutama selera terhadap karbonhidrat (gerald. 2009) oleh karena itu penderita gangguan bulimia yang memiliki episode makan berlebih, mungkin mempunyai tingkat seretonin yang rendah. Dan ditambah pada pada penelitian lain obat anti depresan yang sering kali menjadi obat penanganan efektif bagi para penderita untuk meningkatkan kemampuan resptor seretonin.

Faktor-faktor sosiokultural :
Dalam faktor-faktor sosial berbagai masyarakat dalam budaya menetapkan bentuk tubuh ideal yang bervariasi di tiapnya. Namun jika berkaca pada kenyataan yang ada pada masyarakat modern pandangan bahwa tubuh “kurus” sebagai bentuk tubuh yang banyak digemari sebagai bentuk tubuh ideal. Namun sebuah kenyataan yang berbanding terbalik, dari yang dicatat oleh pemerintah Amerika justru peningkatan penderita obesitas meningkat, Hal ini mungkin disebabkan makanan dan gaya hidup tak sehat (Halgin.2009).
Tubuh “kurus” menjadi standar Ideal pada lingkungan sosial membuat orang menjadi mempelajari rasa takut untuk menjadi gemuk dan bahkan membuat mereka merasa gemuk dan selain itu bertubuh gemuk dalam pandangan masyarakat sering diidentikkan dengan ketidakmampuan untuk mengontrol diri (DeJong& Kleck, 1986). Penyebarluasan pesan-pesan melalui media mengarahkan perempuan untuk mengobjektivasi bentuk tubuh mereka yang berarti mereka melihat tubuh mereka berdasarkan sudut pandang orang lain, yang membuat mereka malu terhadap diri mereka sendiri (Davison.2010), (adanya discrepancies antara bentuk tubuh ideal dangan bentuk tubuh pada kenyataan sekarang).
Selanjutnya Tekanan untuk menjadi kurus membuat para wanita khususnya, untuk melakukan diet atau mengatur makan menjadi hal yang umum untuk mengontrol berat badan dan untuk mencapai berat ideal. Dan terutama hal ini banyak ditemukan pada perempuan yang berada pada golongan atas. Yang juga penderita dengan angka tertinggi pada kasus bulimia dan anoreksia. Ketidakpuassan akan bentuk tubuh menjadi faktor utama terjadinya perkembangan gangguan makan (Davison. 2010).
Pengaruh Gender. Menurut penelitian gangguan makan lebih banyak diderita oleh perempuan dibanding laki-laki. Yang disebabkan pengontrolan bentuk tubuh lebih ditekankan kepada perempuan dibanding laki-laki yang lebih ditekankan kepada bentuk keberhasilan mereka. Dan proses objektivikasi pada perempuan tadi meningkatkan risiko gangguan makan sangat tinggi pada kelompok perempuan yang sangat peduli pada berat badan (penari, model, pesenam,, dll)
Dalam berbagai lintas budaya, Gangguan makan lebih banyak terjadi pada masyarakat modern (Amerika, Jepang, Kanada, Eropa) dan dari banyak masyarakat yang mengadopsi berbagai praktik budaya barat meningkatkan juga kemungkinan gangguan makan (Davison. 2010).  
Dan Perbedaan etnik. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan kulit putih (Eropa-Amerika) lebih banyak mederita kasus anoreksia dan bulimia dibandingkan perempuan Afrika-Amerika. Dan juga remaja kulit putih juga lebih sering menjalani diet dibanding remaja Afrika-Amerika dan mereka juga lebih banyak merasa tidak puas terhadap bentuk tubuh mereka dan kenaikan berat badan mereka, Hal ini mungkin disebabkan bahwa Citra tubuh dan ketidapuasan akan bentuk tubuh lebih jarang dikaitkan dengan berat badan pada wanita Minoritas (Gerald. 2009).
Selain kelompok etnis sebagai variabel, perbedaan kelas sosial juga merupakan hal penting untuk melihat kemungkinan gangguan makan. Dimana kelas sosial menegah atas lebih mungkin untuk mengalami gangguan makan karena penekanan terhadap kalangsingan dan diet lebih besar, Walaupun  menurut penelitian akhir-akhir ini terjadi penyebaran terjadi kepada kelas bawah (Davison 2010).
PANDANGAN PSIKODINAMIKA
Beberapa teori psikodinamika berfokus pada hubungan keluarga (orang tua-anak) dalam pandangan Hilde bruch (1980) bahwa Anoreksia nervosa merupakan upaya yang dilakukan oleh mereka yang dibesarkan dengan cara orang tua yang memaksakan keinginan mereka terhadap anaknya tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan anaknya, sehingga diyakini membuat anaknya merasa tidak efektif untuk memperoleh kompetensi, kurang penghargaan, dan tidak mampu menghilangkan rasa tidak berguna. Anak-anak yang dibesarkan dengan cara ini, membuat mereka tidak belajar bagaimana mangenali kondisi internal mereka dan menjadi tidak mandiri. Sehingga pada saat remaja meraka dihadapkan pada tekanan sosial yang membuat meraka melakukan diet sebagai bentuk memperoleh kendali dan identitas diri.
Teori psikodinamika lain adalah Pendapat Goodsitt (1997) yang menyatakan bahwa Perempuan bulimia nervosa berakar dari perempuan yang memiliki kegagalan dalam mengembangkan kesadaran diri yang disebabkan hubungan ibu-anak yang di penuhi Koflik. Makanan menjdi simbol kegagalan hubungan tersebut. Makan berlebihan lalu memuntahkannya, Dianggap sebagai kebutuhan akan ibu dan keinginan untuk menolak ibu. Meskipun demikian sumber yang mendukung terhadap pendapat ini berasal dari kepribadian pasien penderita dan kerakteristik keluarga para pasien sulit diteliti apakah hal itu menjadi penyebab atau akibat dari gangguan.
KEPRIBADIAN DAN GANGGUAN MAKAN
Berdasarkan kusioner MMPI ditemukan bahwa orang yang mengalami gangguan makan mempunyai tingkat kecemasan dan neurotisme yang tinggi dan harga diri yang rendah, dan juga mendapatkan skor tinggi tentang indikasi kepatuhan tinggi terhadap keluarga  dan standar sosial lainnya. Dan juga pada penderita Anoreksia menyatakan bahwa mereka mengalami depresi, isolasi sosial dan kecemasan, sedangkan penderita bulimia menunjukkan psikopatologi  yang lebih luas dan serius (Davison.2010).
Para peneliti mengaitkan bulimia denga masalah hubungan interpersonal, seorang wanita bulimia cenderung pemalu dan memiliki sedikit teman, dalam studi didapat mereka yang bulimia yakin kalau memiliki  masalah dengan dukungan sosial dan masalah emosional serius dan para penderita Bulimia seringkali muncul bersamaan dengan berbagai macam gangguan psikologis. Seperti ketergantungan Alkohol, Depresi mayor, dan gangguan kecemasan lainnya (Gerald. 2009) dan diperkirakan Makan berlebihan merupakan bentuk coping kecemasan.
Dan dalam hal perfeksionisme, penderita anoreksia memperoleh skor tinggi dalam perfeksionisme yang berorientasi pada diri dan orang lain. dan citra tubuh yang buruk pada pasien gangguan makan berhubungan dengan perfeksionisme neurotik (menentukan standar perfect yang tidak realistis (Gerald.2010)
Data mengenai kepribadian konsisten dengan teori psikodinamika, yaitu penderita gangguan makan mempunyai harga diri yang rendah. Dan juga menurut teori bruch, penderita anoreksia cenderung patuh, terhambat, dan perfeksionosme. Dan juga pada penderita gangguan makan kurang memilki kesadaran interoseptif yaitu kondisi dimana mereka kurang mampu mengidentifikasi kondisi internal mereka sendiri (Davison. 2010).
KARAKTRERISTIK KELUARGA
Hubungan yang bermasalah dengan keluarga memang menjadi karakter keluarga penderita gangguan makan. Keluarga penderita sering terlihat rendahnya dukungan orang tua, namun tidak terliihat apakah hal tersebut merupakan penyebab atau akibat dari gangguan makan, yang juga ditemukan pada keluarga penderita psikopatologi lain secara umum (Halgin. 2009).
Ada variasi yang besar antara hasil tes keluarga para penderita gangguan seperti bagaimana mereka mencampuri urusan anak-anaknya dan bagaimana konflik didalam keluarga mereka (seperti kritkan), termasuk didalamnya tindakan keluarga yang overprotective (Gerald. 2009). Untuk memahami lebih lanjut peran keluarga dalam gangguan makan diperlukan observasi lebih lanjut tentang karakteristik keluarga yang mengalami gangguan makan agar dapat dibandingkan dengan data laporan diri dari pasien tentang kehidupan keluarga meraka yang sering diceritakan penuh konflik. Sebagai contoh studi yang dilakukan oleh Van den boyke, yang menemukan bahwa komunikasi orang tua anak pada penderita gangguan makan kurang memiliki kemampuan komunikasi yang bagus (Davison. 2010).
PENYIKSAAN ANAK DAN GANGGUAN MAKAN
Dalam hal penyiksaan para pasien penderita gangguan makan melaporkan pelecehan seksual di masa kanak-kanak memilki angka yang lebih tinggi dari angka normal namun walaupun begitu peran pelecehan seksual pada masa kanak masih belum pasti, terlebih lagi hal ini juga di temukan pada penderita gangguan lagi, sehingga perannya dalam gangguan makan tidak spesifik. Selain itu pelecehan yang sifatnya fisik dan melibatkan unsur paksaan yang dilakukan oleh anggota keluarga juga dimasa kanak-kanak juga menunjukkan angka yang tinggi pada penderita gangguan makan (Davison. 2010).
PANDANGAN KOGNITIF-PERILAKU
Anoreksia Nervosa.  Para penderita Anoreksia memiliki banyak faktor, diantaranya rasa takut akan bentuk berupa kegemukan dan citra tubuh yang terlalu berlebihan memotivasi penderita yang memunculkan prilaku melaparkan diri dan penurunan berat. Perilaku untuk mencapai atau mempertahankan berat badan mendapat reinforcemnet dengan berkurangnya kecemasan akan menjadi gemuk. Dan ditambah lagi dengan diet dan penurunan berat badan juga mendapat reinforcement dalam bentuk perasaan memiliki kontrol diri (Davidson. 2010).
Faktor penting lainnya yang berpengaruh dalam menghasilkan dorongan yang kuat terhadap tubuh langsing dan citra tubuh yang terganggu adalah kritik dari orang lain, teman-teman, keluarga tentang kelebihan berat badan yang dialami. Dan pasien dengan anoreksia adalah mereka yang mengalami preokupasi yang mendalam tentang bertambahnya berat badan dan ketakutan yang berlebihan terhadap hal tersebut (Davidson. 2010).
Bulimia nervosa. Para penderita bulimia nervosa juga memilki kekhawatiran yang berlebihan dengan penambahan berat badan dan penampilan. mereka cenderung memilki harga diri rendah sehingga mereka berusaha fokus pada berat badan dan bentuk tubuh untuk membuat mereka merasa lebih baik. Mereka melakukan diet yang kaku dengan aturan yang ketat dan kaku,  jenis makanan ditentukan dan kapan harus makan (Gerald. 2009). Aturan tersebut pada akhirnya dilanggar dan pelanggaran tersebut membuat mereka menjadi makan berlebihan.
Setelah makan berlebihan seorang bulimia menjadi merasa jijik dan merasa bersalah. Sehingga menimbulkan prilaku kompensatori berupa memuntahkan. Walaupun setelahnya kecemasan dapat berkurang tetapi hal ini membuat harga diri seorang penderita rendah dan membuat seseorang terus terjebak dalam lingkaran setan yang nantinya akan memberi konsekuensi medis yang berbahaya (Davison. 2010).
Ada banyak kondisi yang mempengaruhi orang-orang yang menahan makan meningkatkan banyak makanannya setelah asupan awal sebagai contoh tentang rasa. Dan yang paling penting adalah bagaimana perasaan negatif muncul seperti depresi dan kecemasan. Sehingga setelah gagal mengendalikan dorongan, mereka akan memuntahkan sebagai bentuk prilaku mengurangai kecemasan. Menurut penelitian menigkatnya periode makan pada penderita bulimia diperkirakan terjadi ketika harga diri mereka rendah dan ketika mereka menghadapi stress dan mengalami afek negatif yang justru meningkatkan episode makan berlebihan (Davison. 2010).
Sebagaimana yang disentukan diawal sebelumnya, ketidak puasaan terhasdap bentuk tubuh menjadi faktor penting lainnya, ketidakpuasasan tersebut menghasilkan usaha-usaha maladapatif  (dengan melaparkan diri dan memuntahkan makanan) untuk mencapai berat badan yang diinigkakn atau bentuk utbuh yang diinginkan (Gerald. 2009). Kepedulian terhadap berat badan dan bentuk tubuh tidak hanya ditemukan pada penderita bulimia dan anoreksia tetapi juga orang normal walaupun dalam tingkat yang berbeda.

PENANGANAN GANGGUAN MAKAN
Penanganan Biologis: bulimia seringkali indetik dengan depresi, ganguan ini ditangani degan berbagai anti depresan, salah satunya Fluoktiosin  pada studi kasus flouktosin memberikan hasil yang bagus dalam mengurangi makan belebihan dan muntah. Namun persentasi keberhasilan dengan obat tidak terlalu bagus ketimbang persentasi dengan terapi Kognitif-prilaku. Dan kemungkinan kambuh juga besar ketika obat anti depresan di hentikan (Davison. 2010).
Sedangkan untuk penderita Anoreksia tidak ada obat spesifik yang berhasil dalam managaninya, sangat sedikit yang mengalami keberhasilan dengan obat untuk meningkatkan berat badan. Dan juga tidak mengubah gejala utama anoreksia.
Penanganan psikologis anoreksia Nervosa
Terapi untuk mengangani pasien Anoreksia secara umum sebagai suatu proses berdasarkan 2 tahap. Tujuan jangka pendeknya adalah membantu pasien menambah berat badan untuk mencegah komplikasi medis dan yang memungkinkan kematian. Kondisi fisiologis pasien sering sangat lemah dan fungsi fisiologisnya terganggu jadi dibutuhkan perawatan di rumah sakit secara medis diperlukan. Program terapi perilaku operant-conditioning cukup berhasil untuk menambah berat badan (Davison. 2010).
Tujuan jangka panjang pertambahan berat badan, berfokus pada terapi keluarga yang berakar dalam interaksi antar anggota keluarga. Menurut pandangan minuchin dalam teori sistem keluarga yaitu dimana suatu konflik yang ada di keluarga digantikan oleh simtom-simtom yang ada pada anaknya yang menderita ganggauan makan. Oleh kerenanya minuchin berusaha merekontruksi ulang bagaimana konflik keluarga diangkat keluar. dan mengganti konflik yang tadinya dialihkan kepada anak yang sifatnya individual kepada konflik yang sebenarnya sifatnya interpersonal, dan bagaimana memperbaiki keluarga yang disfungtional.
Munichin berpendapat ada 4 karakteristik yang dimiliki keluarga gangguan makan : 1. Keterikatan, bagaimana keluarga terlalu intim dan ekstrem berbicara mewakili anak-anaknya karena merasa tau pasti apa yang dirasakan anaknya. 2. Terlalu protektif tingkat kepedulian yang telalu ekstrem terhadap anak. 3. Rigiditas kecendrugan keluarga untuk menetapka status quo dan menghindari untuk menghadapi peristiwa yang menghendaki perubahan 4. Kurangnya penyelasaian konflik, keluarga menghindari konflik atau berada dalam situasi konflik yang kronis (Davison. 2010).
 Cara terapi munichin ini adalah dengan strategi mengintruksikan kepada orang tua untuk mengarahkan anaknya untuk makan, dan diharapkan ibu dan ayah dapat saling membantu untuk bekerja sama untuk menghadapi anaknya. Dengan demikian keluarga dapat meningkatkan efektivitasnya untuk menghadapi anak.
Penanganan psikologis untuk Bulimia nervosa
CBT merupakan teori terapi melalui pendekatan kognitif. Yang berguna untuk membantu pasien bulimia mengatasi pikiran dan keyakinan yang self defeating (gerald. 2009), dalam CBT yang dikembangkan oleh fairburn penderita diarahkan untuk mempertanyakan berbagai standar masyarakat yang ada tekait dengan masalah daya tarik fisik, mereka diarahkan untuk mempertahankan berat badan normal bisa dilakukan tanpa pelaparan diri atau pengurasan. Meraka juga diarahkan untuk menyadari bahwa menjalani diet yang ketat dan kaku, hal tersebut  justru akan meningkatkan episode makan berlebih. Dan prilaku memuntahkan atau minum obat pencahar justru menambah rendahnya rasa harga diri mereka (Davison. 2010).
Terapis mengajarkan pada pasien teknik pemantauan diri, pemahaman yang diperoleh dari model kognitif, dan mengatur pola makan teratur dan teknik lainnya untuk membentuk pola makan sehat. Klien diarahkan untuk mempelajari strategi kontrol diri, teknik pemecahan masalah, menstruktur ulang kognitif, dan cara-cara yang dapat digunakan untuk mencegah kembalinya gangguan (Halgin. 2009).
Untuk menghilangkan kebiasaan memaksa diri untuk memuntahkan makanan, terapis dapat menggunakan teknik behavioral yaitu Exposure With responce prevention yaitu sebuah teknik yang dikembangkan dari penderita obsesif kompulsif. Dalam hal ini pasien bulimia diminta untuk memakan makanan yang menurutnya terlarang dan terapis berdiri di sebelahnya untuk membimbing agar tidak memuntahkan makanan tersebut sampai dorongan untuk memuntahkan hilang. Hal ini bertujuan agar pasien belajar menolerir pelanggaran aturan dietnya tanpa harus mengeluarkannya (gerald. 2009).
Dalam terapi ini terapis dan pasien bekerja sama untuk mengidentifikasi berbagai peristiwa, pikiran, dan perasaan yang memicu dorongan makan berlebihan dan mempelajari bagaimana cara yang lebih adaptif untuk menghadapi situasi-situasi tesebut (Davison. 2010).

Dari banyak bukti yang menunjukkan bahwa terapi CBT merupakan terapi yang paling efektif untuk mengurangi episode makan berlebih dan muntah pada penderita bulimia. Sebagai psikoterapi alternatif ada terapi interpesonal (IPT) (yang juga dipakai untuk penderita Depresi). terapi Interpersoanal menekankan kepada penyelesaian masalah interpersonal serta meningkatkan harga diri (Halgin. 2009), dengan asumsi bahwa hubungan interpesonal  yang baik dapat menimbulkan pola makan yang sehat.

0 komentar:

Posting Komentar