Faktor-faktor biologis
Genetic : Gangguan Anoreksia dan bulimia cenderung menurun dalam keluarga
(gerald. 2009), dimana hubungan genetis memungkinkan kerabat yang menderita
ganguan untuk menderita gangguan makan juga. dan studi Anak kembar membuktikan
bahwa gangguan yang sama lebih mungkin di derita oleh kembar Mono Zygot dibanding
Dua telur dan gen memiliki pengaruh yang lebih besar pada orang-orang kembar
untuk menderita gangguan ketimbang faktor-faktor lingkungan (Wade dkk.2000). Dan
begitu juga siptom-siptom gangguan makan juga mungkin diturunkan melalui
hubungan genetik.
Ganguan Makan dan otak. Hipotalamus adalah pusat otak yang berperan dalam
pengaturan rasa lapar dan makan, penelitian terhadap hewan dengan cidera pada
lateral hippotalamusnya mengalami penurunan berat makan dan selera makan. Para penderita Anoreksia memiliki kadar
hormon kortisol yang tidak normal, namun bukan sebagai penyebab anoreksia, tapi
sebagai akibat dari melaparkan diri. Kadarnya akan kembali normal ketika
normalnya berat badan (Davison. 2010).
Opiod endogenus adalah zat yang diproduksi untuk mengurangi sensasi sakit,
meningkatkan mood, menekan selera makan, dimana Opiod diproduksi ketika lapar.
Kelaparan pada penderita anoreksia meningkatkan kadar opoid sehingga
menyebabkan kondisi eufhoria dan memberikan penguatan positif (Davison. 2010).
Dalam studi yang lain disebutkan bahwa ada beberapa neurotransmitter yang
memilki pengaruh terhadap gangguan; yang mengendalikan rasa lapar dan kenyang,
salah satunya seretonin yang berperan dalam mengendalikan rasa kenyang
(Davidson. 2010), terutama selera terhadap karbonhidrat (gerald. 2009) oleh
karena itu penderita gangguan bulimia yang memiliki episode makan berlebih,
mungkin mempunyai tingkat seretonin yang rendah. Dan ditambah pada pada
penelitian lain obat anti depresan yang sering kali menjadi obat penanganan
efektif bagi para penderita untuk meningkatkan kemampuan resptor seretonin.
Faktor-faktor sosiokultural :
Dalam faktor-faktor sosial berbagai masyarakat dalam budaya menetapkan
bentuk tubuh ideal yang bervariasi di tiapnya. Namun jika berkaca pada
kenyataan yang ada pada masyarakat modern pandangan bahwa tubuh “kurus” sebagai
bentuk tubuh yang banyak digemari sebagai bentuk tubuh ideal. Namun sebuah
kenyataan yang berbanding terbalik, dari yang dicatat oleh pemerintah Amerika justru peningkatan penderita
obesitas meningkat, Hal ini mungkin disebabkan makanan dan gaya hidup tak sehat
(Halgin.2009).
Tubuh “kurus” menjadi standar Ideal pada lingkungan sosial membuat orang
menjadi mempelajari rasa takut untuk menjadi gemuk dan bahkan membuat mereka
merasa gemuk dan selain itu bertubuh gemuk dalam pandangan masyarakat sering
diidentikkan dengan ketidakmampuan untuk mengontrol diri (DeJong& Kleck,
1986). Penyebarluasan pesan-pesan melalui media mengarahkan perempuan untuk
mengobjektivasi bentuk tubuh mereka yang berarti mereka melihat tubuh mereka
berdasarkan sudut pandang orang lain, yang membuat mereka malu terhadap diri
mereka sendiri (Davison.2010), (adanya discrepancies antara bentuk tubuh ideal
dangan bentuk tubuh pada kenyataan sekarang).
Selanjutnya Tekanan untuk menjadi kurus membuat para wanita khususnya,
untuk melakukan diet atau mengatur makan menjadi hal yang umum untuk mengontrol
berat badan dan untuk mencapai berat ideal. Dan terutama hal ini banyak
ditemukan pada perempuan yang berada pada golongan atas. Yang juga penderita
dengan angka tertinggi pada kasus bulimia dan anoreksia. Ketidakpuassan akan
bentuk tubuh menjadi faktor utama terjadinya perkembangan gangguan makan (Davison.
2010).
Pengaruh Gender. Menurut penelitian gangguan makan lebih banyak diderita oleh
perempuan dibanding laki-laki. Yang disebabkan pengontrolan bentuk tubuh lebih
ditekankan kepada perempuan dibanding laki-laki yang lebih ditekankan kepada
bentuk keberhasilan mereka. Dan proses objektivikasi pada perempuan tadi meningkatkan
risiko gangguan makan sangat tinggi pada kelompok perempuan yang sangat peduli
pada berat badan (penari, model, pesenam,, dll)
Dalam berbagai lintas budaya, Gangguan makan lebih banyak terjadi pada
masyarakat modern (Amerika, Jepang, Kanada, Eropa) dan dari banyak masyarakat
yang mengadopsi berbagai praktik budaya barat meningkatkan juga kemungkinan
gangguan makan (Davison. 2010).
Dan Perbedaan etnik. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan kulit putih (Eropa-Amerika) lebih banyak mederita kasus anoreksia dan bulimia dibandingkan
perempuan Afrika-Amerika. Dan juga remaja kulit putih juga lebih sering menjalani
diet dibanding remaja Afrika-Amerika dan mereka juga lebih banyak merasa tidak
puas terhadap bentuk tubuh mereka dan kenaikan berat badan mereka, Hal ini
mungkin disebabkan bahwa Citra tubuh dan ketidapuasan akan bentuk tubuh lebih
jarang dikaitkan dengan berat badan pada wanita Minoritas (Gerald. 2009).
Selain kelompok etnis sebagai variabel, perbedaan kelas sosial juga
merupakan hal penting untuk melihat kemungkinan gangguan makan. Dimana kelas
sosial menegah atas lebih mungkin untuk mengalami gangguan makan karena
penekanan terhadap kalangsingan dan diet lebih besar, Walaupun menurut penelitian akhir-akhir ini terjadi
penyebaran terjadi kepada kelas bawah (Davison 2010).
PANDANGAN PSIKODINAMIKA
Beberapa teori psikodinamika berfokus pada hubungan keluarga (orang
tua-anak) dalam pandangan Hilde bruch (1980) bahwa Anoreksia nervosa merupakan
upaya yang dilakukan oleh mereka yang dibesarkan dengan cara orang tua yang
memaksakan keinginan mereka terhadap anaknya tanpa mempertimbangkan kebutuhan
dan keinginan anaknya, sehingga diyakini membuat anaknya merasa tidak efektif
untuk memperoleh kompetensi, kurang penghargaan, dan tidak mampu menghilangkan
rasa tidak berguna. Anak-anak yang dibesarkan dengan cara ini, membuat mereka
tidak belajar bagaimana mangenali kondisi internal mereka dan menjadi tidak mandiri.
Sehingga pada saat remaja meraka dihadapkan pada tekanan sosial yang membuat
meraka melakukan diet sebagai bentuk memperoleh kendali dan identitas diri.
Teori psikodinamika lain adalah Pendapat Goodsitt (1997) yang menyatakan
bahwa Perempuan bulimia nervosa berakar dari perempuan yang memiliki kegagalan
dalam mengembangkan kesadaran diri yang disebabkan hubungan ibu-anak yang di
penuhi Koflik. Makanan menjdi simbol kegagalan hubungan tersebut. Makan
berlebihan lalu memuntahkannya, Dianggap sebagai kebutuhan akan ibu dan
keinginan untuk menolak ibu. Meskipun demikian sumber yang mendukung terhadap
pendapat ini berasal dari kepribadian pasien penderita dan kerakteristik
keluarga para pasien sulit diteliti apakah hal itu menjadi penyebab atau akibat
dari gangguan.
KEPRIBADIAN DAN GANGGUAN MAKAN
Berdasarkan kusioner MMPI ditemukan bahwa orang yang mengalami gangguan
makan mempunyai tingkat kecemasan dan neurotisme yang tinggi dan harga diri
yang rendah, dan juga mendapatkan skor tinggi tentang indikasi kepatuhan tinggi
terhadap keluarga dan standar sosial
lainnya. Dan juga pada penderita Anoreksia menyatakan bahwa mereka mengalami
depresi, isolasi sosial dan kecemasan, sedangkan penderita bulimia menunjukkan
psikopatologi yang lebih luas dan serius
(Davison.2010).
Para peneliti mengaitkan bulimia denga masalah hubungan interpersonal,
seorang wanita bulimia cenderung pemalu dan memiliki sedikit teman, dalam studi
didapat mereka yang bulimia yakin kalau memiliki masalah dengan dukungan sosial dan masalah emosional
serius dan para penderita Bulimia seringkali muncul bersamaan dengan berbagai
macam gangguan psikologis. Seperti ketergantungan Alkohol, Depresi mayor, dan
gangguan kecemasan lainnya (Gerald. 2009) dan diperkirakan Makan berlebihan
merupakan bentuk coping kecemasan.
Dan dalam hal perfeksionisme, penderita anoreksia memperoleh skor tinggi
dalam perfeksionisme yang berorientasi pada diri dan orang lain. dan citra
tubuh yang buruk pada pasien gangguan makan berhubungan dengan perfeksionisme
neurotik (menentukan standar perfect yang tidak realistis (Gerald.2010)
Data mengenai kepribadian konsisten dengan teori psikodinamika, yaitu
penderita gangguan makan mempunyai harga diri yang rendah. Dan juga menurut
teori bruch, penderita anoreksia cenderung patuh, terhambat, dan
perfeksionosme. Dan juga pada penderita gangguan makan kurang memilki kesadaran
interoseptif yaitu kondisi dimana mereka kurang mampu mengidentifikasi kondisi
internal mereka sendiri (Davison. 2010).
KARAKTRERISTIK KELUARGA
Hubungan yang bermasalah dengan keluarga memang menjadi karakter keluarga
penderita gangguan makan. Keluarga penderita sering terlihat rendahnya dukungan
orang tua, namun tidak terliihat apakah hal tersebut merupakan penyebab atau
akibat dari gangguan makan, yang juga ditemukan pada keluarga penderita
psikopatologi lain secara umum (Halgin. 2009).
Ada variasi yang besar antara hasil tes keluarga para penderita gangguan
seperti bagaimana mereka mencampuri urusan anak-anaknya dan bagaimana konflik
didalam keluarga mereka (seperti kritkan), termasuk didalamnya tindakan
keluarga yang overprotective (Gerald. 2009). Untuk memahami lebih lanjut
peran keluarga dalam gangguan makan diperlukan observasi lebih lanjut tentang
karakteristik keluarga yang mengalami gangguan makan agar dapat dibandingkan
dengan data laporan diri dari pasien tentang kehidupan keluarga meraka yang
sering diceritakan penuh konflik. Sebagai contoh studi yang dilakukan oleh Van
den boyke, yang menemukan bahwa komunikasi orang tua anak pada penderita
gangguan makan kurang memiliki kemampuan komunikasi yang bagus (Davison. 2010).
PENYIKSAAN ANAK DAN GANGGUAN MAKAN
Dalam hal penyiksaan para pasien penderita gangguan makan melaporkan pelecehan
seksual di masa kanak-kanak memilki angka yang lebih tinggi dari angka normal
namun walaupun begitu peran pelecehan seksual pada masa kanak masih belum
pasti, terlebih lagi hal ini juga di temukan pada penderita gangguan lagi,
sehingga perannya dalam gangguan makan tidak spesifik. Selain itu pelecehan
yang sifatnya fisik dan melibatkan unsur paksaan yang dilakukan oleh anggota
keluarga juga dimasa kanak-kanak juga menunjukkan angka yang tinggi pada
penderita gangguan makan (Davison. 2010).
PANDANGAN KOGNITIF-PERILAKU
Anoreksia Nervosa. Para penderita
Anoreksia memiliki banyak faktor, diantaranya rasa takut akan bentuk berupa
kegemukan dan citra tubuh yang terlalu berlebihan memotivasi penderita yang
memunculkan prilaku melaparkan diri dan penurunan berat. Perilaku untuk
mencapai atau mempertahankan berat badan mendapat reinforcemnet dengan
berkurangnya kecemasan akan menjadi gemuk. Dan ditambah lagi dengan diet dan
penurunan berat badan juga mendapat reinforcement dalam bentuk perasaan
memiliki kontrol diri (Davidson. 2010).
Faktor penting lainnya yang berpengaruh dalam menghasilkan dorongan yang
kuat terhadap tubuh langsing dan citra tubuh yang terganggu adalah kritik dari
orang lain, teman-teman, keluarga tentang kelebihan berat badan yang dialami.
Dan pasien dengan anoreksia adalah mereka yang mengalami preokupasi yang mendalam
tentang bertambahnya berat badan dan ketakutan yang berlebihan terhadap hal
tersebut (Davidson. 2010).
Bulimia nervosa. Para penderita bulimia nervosa juga memilki kekhawatiran
yang berlebihan dengan penambahan
berat badan dan penampilan. mereka cenderung memilki harga diri rendah sehingga
mereka berusaha fokus pada berat badan dan bentuk tubuh untuk membuat mereka
merasa lebih baik. Mereka melakukan diet yang kaku dengan aturan yang ketat dan
kaku, jenis makanan ditentukan dan kapan
harus makan (Gerald. 2009). Aturan tersebut pada akhirnya dilanggar dan
pelanggaran tersebut membuat mereka menjadi makan berlebihan.
Setelah makan berlebihan seorang bulimia menjadi merasa jijik dan merasa
bersalah. Sehingga menimbulkan prilaku kompensatori berupa memuntahkan.
Walaupun setelahnya kecemasan dapat berkurang tetapi hal ini membuat harga diri
seorang penderita rendah dan membuat seseorang terus terjebak dalam lingkaran
setan yang nantinya akan memberi konsekuensi medis yang berbahaya (Davison.
2010).
Ada banyak kondisi yang mempengaruhi orang-orang yang menahan makan
meningkatkan banyak makanannya setelah asupan awal sebagai contoh tentang rasa.
Dan yang paling penting adalah bagaimana perasaan negatif muncul seperti
depresi dan kecemasan. Sehingga setelah gagal mengendalikan dorongan, mereka
akan memuntahkan sebagai bentuk prilaku mengurangai kecemasan. Menurut
penelitian menigkatnya periode makan pada penderita bulimia diperkirakan
terjadi ketika harga diri mereka rendah dan ketika mereka menghadapi stress dan
mengalami afek negatif yang justru meningkatkan episode makan berlebihan
(Davison. 2010).
Sebagaimana yang disentukan diawal sebelumnya, ketidak puasaan terhasdap
bentuk tubuh menjadi faktor penting lainnya, ketidakpuasasan tersebut
menghasilkan usaha-usaha maladapatif
(dengan melaparkan diri dan memuntahkan makanan) untuk mencapai berat
badan yang diinigkakn atau bentuk utbuh yang diinginkan (Gerald. 2009).
Kepedulian terhadap berat badan dan bentuk tubuh tidak hanya ditemukan pada
penderita bulimia dan anoreksia tetapi juga orang normal walaupun dalam tingkat
yang berbeda.
PENANGANAN GANGGUAN MAKAN
Penanganan Biologis: bulimia seringkali indetik dengan depresi, ganguan ini
ditangani degan berbagai anti depresan, salah satunya Fluoktiosin pada studi kasus flouktosin memberikan hasil
yang bagus dalam mengurangi makan belebihan dan muntah. Namun persentasi
keberhasilan dengan obat tidak terlalu bagus ketimbang persentasi dengan terapi
Kognitif-prilaku. Dan kemungkinan kambuh juga besar ketika obat anti depresan
di hentikan (Davison. 2010).
Sedangkan untuk penderita Anoreksia tidak ada obat spesifik yang berhasil
dalam managaninya, sangat sedikit yang mengalami keberhasilan dengan obat untuk
meningkatkan berat badan. Dan juga tidak mengubah gejala utama anoreksia.
Penanganan psikologis anoreksia Nervosa
Terapi untuk mengangani pasien Anoreksia secara umum sebagai suatu proses
berdasarkan 2 tahap. Tujuan jangka pendeknya adalah membantu pasien menambah
berat badan untuk mencegah komplikasi medis dan yang memungkinkan kematian.
Kondisi fisiologis pasien sering sangat lemah dan fungsi fisiologisnya
terganggu jadi dibutuhkan perawatan di rumah sakit secara medis diperlukan.
Program terapi perilaku operant-conditioning cukup berhasil untuk menambah
berat badan (Davison. 2010).
Tujuan jangka panjang pertambahan berat badan, berfokus pada terapi
keluarga yang berakar dalam interaksi antar anggota keluarga. Menurut pandangan
minuchin dalam teori sistem keluarga yaitu dimana suatu konflik yang ada di
keluarga digantikan oleh simtom-simtom yang ada pada anaknya yang menderita
ganggauan makan. Oleh kerenanya minuchin berusaha merekontruksi ulang bagaimana
konflik keluarga diangkat keluar. dan mengganti konflik yang tadinya dialihkan
kepada anak yang sifatnya individual kepada konflik yang sebenarnya sifatnya
interpersonal, dan bagaimana memperbaiki keluarga yang disfungtional.
Munichin berpendapat ada 4 karakteristik yang dimiliki keluarga gangguan
makan : 1. Keterikatan, bagaimana keluarga terlalu intim dan ekstrem berbicara
mewakili anak-anaknya karena merasa tau pasti apa yang dirasakan anaknya. 2.
Terlalu protektif tingkat kepedulian yang telalu ekstrem terhadap anak. 3.
Rigiditas kecendrugan keluarga untuk menetapka status quo dan menghindari untuk
menghadapi peristiwa yang menghendaki perubahan 4. Kurangnya penyelasaian
konflik, keluarga menghindari konflik atau berada dalam situasi konflik yang
kronis (Davison. 2010).
Cara terapi munichin ini adalah
dengan strategi mengintruksikan kepada orang tua untuk mengarahkan anaknya
untuk makan, dan diharapkan ibu dan ayah dapat saling membantu untuk bekerja
sama untuk menghadapi anaknya. Dengan demikian keluarga dapat meningkatkan
efektivitasnya untuk menghadapi anak.
Penanganan psikologis untuk Bulimia nervosa
CBT merupakan teori terapi melalui pendekatan kognitif. Yang berguna untuk
membantu pasien bulimia mengatasi pikiran dan keyakinan yang self defeating
(gerald. 2009), dalam CBT yang dikembangkan oleh fairburn penderita diarahkan
untuk mempertanyakan berbagai standar masyarakat yang ada tekait dengan masalah
daya tarik fisik, mereka diarahkan untuk mempertahankan berat badan normal bisa
dilakukan tanpa pelaparan diri atau pengurasan. Meraka juga diarahkan untuk
menyadari bahwa menjalani diet yang ketat dan kaku, hal tersebut justru akan meningkatkan episode makan
berlebih. Dan prilaku memuntahkan atau minum obat pencahar justru menambah rendahnya
rasa harga diri mereka (Davison. 2010).
Terapis mengajarkan pada pasien teknik pemantauan diri, pemahaman yang diperoleh
dari model kognitif, dan mengatur pola makan teratur dan teknik lainnya untuk
membentuk pola makan sehat. Klien diarahkan untuk mempelajari strategi kontrol
diri, teknik pemecahan masalah, menstruktur ulang kognitif, dan cara-cara yang
dapat digunakan untuk mencegah kembalinya gangguan (Halgin. 2009).
Untuk menghilangkan kebiasaan memaksa diri untuk memuntahkan makanan,
terapis dapat menggunakan teknik behavioral yaitu Exposure With responce
prevention yaitu sebuah teknik yang dikembangkan dari penderita obsesif
kompulsif. Dalam hal ini pasien bulimia diminta untuk memakan makanan yang
menurutnya terlarang dan terapis berdiri di sebelahnya untuk membimbing agar
tidak memuntahkan makanan tersebut sampai dorongan untuk memuntahkan hilang.
Hal ini bertujuan agar pasien belajar menolerir pelanggaran aturan dietnya
tanpa harus mengeluarkannya (gerald. 2009).
Dalam terapi ini terapis dan pasien bekerja sama untuk mengidentifikasi
berbagai peristiwa, pikiran, dan perasaan yang memicu dorongan makan berlebihan
dan mempelajari bagaimana cara yang lebih adaptif untuk menghadapi
situasi-situasi tesebut (Davison. 2010).
Dari banyak bukti yang menunjukkan bahwa terapi CBT merupakan terapi yang
paling efektif untuk mengurangi episode makan berlebih dan muntah pada
penderita bulimia. Sebagai psikoterapi alternatif ada terapi interpesonal (IPT)
(yang juga dipakai untuk penderita Depresi). terapi Interpersoanal menekankan
kepada penyelesaian masalah interpersonal serta meningkatkan harga diri
(Halgin. 2009), dengan asumsi bahwa hubungan interpesonal yang baik dapat menimbulkan pola makan yang
sehat.
0 komentar:
Posting Komentar