Pages

Kamis, 20 Desember 2012

Terapi Dengan Zikir

Terapi dengan zikr, zikir dalam arti sempit memilki makna “menyebut-nyebut nama nama Allah dalam berbagai kesempatan” sedangkan dalam arti luas, zikir mencakup pengertian mengingat segala keagungan Allah kepada kita sambil menaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, menurut al-afshani , zikir adalah menghadirkan sesuatu baik dalam bentuk perasaan (hati) maupun perbuatan.

Zikir dapat dianggap sebagai tindakan yang menghubungkan mental dan/atau emosional seseorang individu dengan daya yang lebih tinggi yaitu Allah. Shalat dan zikir dapat digunakan dalam terapi sebagai salah satu dasar yang alat efektif. Kurangnya Seorang pasien muslim setia terhadap keinginan untuk berlatih Shalat dan zikir mungkin menjadi gejala penyakit yang dideritanya.

Pengulangan kata yang digunakan dalam Zikir dan doa mempengaruhi gelombang otak dan menenangkan individu. Relaksasi merangsang mengurangi konsumsi oksigen, menurunkan tingkat pernapasan, menurunkan detak jantung, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan gelombang alpha (Kao & Sinha, 1997, p. 280). Melalui penelitian ilmiah tentang frekuensi gelombang otak. Seseorang yang berada dalam kondisi kesadaran penuh, frekuensi gelombang otaknya di atas 13 Hz. Pada kondisi ini otak berada dalam keadaan Beta. Sementara seseorang yang sedang merenung atau dalam kondisi rileks menjelang tidur gelombang frekuensi otaknya berada dalam keadaan Alfa, frekuensinya 8-13 Hz.

Kondisi yang sama dijumpai pada orang yang tengah berdzikir ataupun relaksasi, maka kondisi getaran otaknya memasuki frekuensi gelombang ini. Akibatnya kondisi jiwanya menjadi lebih tenang, rileks, santai. Apabila frekuensi gelombang otak turun lagi, yaitu antara 4-7 Hz, maka otak dalam keadaan Teta, berada antara kondisi sadar dan tidak sadar. Kondisi wirid ataupun dzikir adalah antara keadaan Alfa dan Teta. Di sini seseorang mulai melepaskan kungkungan panca indranya dan masuk ke wilayah kesadaran universal, kesadaran Ilahiah. Pada kondisi ini seseorang bisa mengakses dan masuk ke sistem informasi canggih, bebas hambatan.

Frekuensi getaran jiwa akan menyambung dengan frekuensi alam semesta. Seseorang bisa mencapai ketenangan melebih ketenangan meditatif, dan ini sangat berpengaruh terhadap sistem syaraf dan sistem endokrin dan sangat berpengaruh kepada kelenjar Pineal yang menghasilkan hormon yang disebut melatonin, jika hormon ini dilepas ke seluruh tubuh maka kondisi jiwa akan menjadi tenang.

Secara normatif ayat Alquran yang mendukung adanya ketenangan itu ialah QS. al-Ra'd/ 13: 28: Yaitu) “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Pada kepercayaan timur Zikir juga sering disamakan dengan meditasi dan doa, dan telah digunakan untuk mendapatkan ketenangan, sukacita, kebahagiaan, koneksi, kesadaran, dan penyelidikan analitik. Hal tersebut meningkatkan pengalaman emosional manusia dan dapat membangun koneksi ke kekuatan yang lebih tinggi ketika seseorang merasa putus asa. Zikir dan Doa memurnikan hati, pikiran, dan jiwa, hal Ini adalah sumber harapan, keberanian, kepercayaan diri, dan kesabaran (Sarwar, 1980, hal. 74). Ini juga mengontrol kecemasan, depresi, dan masalah emosional lainnya (Athar, 1993, hal. 118).

Penelitian yang dilakukan oleh Comstock, et. al. (1972) sebagaimana termuat dalam Journal of Chronic Diseases (1972), menyatakan bahwa mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai dengan doa dan dzikir, ternyata resiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50%, sementara kematian akibat emphysema (penggelembungan paru) lebih rendah 56%, kematian akibat cirrhosis hepatis (penyakit pengerasan hati) lebih rendah 74% dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53%.

Clinebell (1980) dalam penelitiannya yang berjudul “The Role of Religion in the Prevention and Treatment of Addiction” menyatakan antara lain bahwa setiap orang apakah ia seorang yang beragama atau sekuler sekalipun mempunyai kebutuhan dasar yang sifatnya kerohanian (basic spiritual needs). Setiap orang membutuhkan rasa aman, tenteram, terlindung, bebas dari stres, cemas, depresi dan sejenisnya. Bagi mereka yang beragama (yang menghayati dan mengamalkan), kebutuhan rohani ini dapat diperoleh lewat penghayatan dan pengamalan keimanannya. Namun, bagi mereka yang sekuler jalan yang ditempuh adalah lewat penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), yang pada gilirannya dapat menimbulkan dampak negatif pada diri, keluarga dan masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Cancerellaro, Larson dan Wilson (1982) terhadap pasien-pasien NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif) dan gangguan jiwa Skizofrenia, menyatakan bahwa komitmen agamanya tidak ada atau kurang. Dalam penelitian tersebut diperoleh data bahwa terapi medik-psikiatrik yang diberikan tidak memperoleh hasil yang optimal bila tanpa disertai dengan terapi keagamaan (terapi psikoreligius), yaitu dengan doa dan dzikir. Dengan diikutsertakan mereka dalam kegiatan keagamaan seperti berdoa dan berdzikir (selain diberikan terapi medik-psikiatrik), maka hasilnya jauh lebih baik.
Meditasi, Walsh (1999) menjelaskan bahwa hal itu, adalah praktik yang memperkaya kesadaran, perhatian, konsentrasi, sukacita, dan kasih sayang dengan memproduksi psychological well being, kedewasaan, dan kesadaran (hal. 180). Yoga juga adalah jenis meditasi. Walsh menjelaskan manfaat yoga meliputi etika, gaya hidup, postur tubuh, diet, kontrol napas, dan intelektual sintesis (Walsh, 1999, hal. 131). Oleh karena itu, meditasi, doa, yoga, dan praktik serupa berkontribusi pada pemulihan individu. dua studi epidemiologik yang dilakukan oleh ilmuwan Lindenthal (1970) dan Star (1971), menunjukkan bahwa mereka (penduduk) yang religius (beribadah, berdoa dan berdzikir) resiko untuk mengalami stres jauh lebih kecil daripada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya.

0 komentar:

Posting Komentar