Dalam hal pengukuran dikenal sebuah model yaitu
berupa model teori tes klasik atau yang lebih dikenal dengan CCT, yaitu sebuah
model yang digunakan untuk mementukan kemapuan seseorang berdasarkan total skor
yang dia dapatkan di dalam sebuah tes dijadikan dasar patokan untuk menentukan
kemampuan seseorang, dan dalam pengkajian berikutnya hal ini ditemukan banyak
kelemahan diantaranya :
- Model pengukuran cct sangat bergantung pada sampel, sehingga jika sebuah tes dilakukan pada kelompok a beberapa soal yang sulit justru mudha ketika diujikan pada kelompok B, hal ini sangat mungkin terjadi.
- Model pengukuran lama tidak memperhitungkan tingkat kesukaran sebuah item, karena dasar asumsi pada teori CCt bahwa semua item paralel (artinya memiliki indeks daya beda dan tingkat kesukaran yang sama).
- Dalam model pengukuran CCT kemampuan para pekerja test tidak diperhitungkan karana pada dasarnya setiap orang memiliki kemapuan yang berbeda.
- Satu lagi dalam model CCt standard error (SEM) yang ada ditentukan untuk sekalian test sehingga SEM sifatnya global.
Selanjutnya diajukan lah sebuah teori yang dikenal dengan IRT (item
respon teory) yang diajukan oleh seorang kebangsaan denmark untuk mengukur
kemampuan seseorang dalam suatu test. Dalam teori IRT sebuah test dinilai
berdasarkan masing-masing item. Sehingga setiap item memiliki tingkat kesukaran
yang berbeda-beda, dan dalam IRT juga di perhitungkan tingkat kemampuan
seseorang.
"Dengan δ= tingkat kesukaran soal, dan θ = tingkat kemampuan seseorang."
Asumsi yang ada dalam IRT menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki
kemampuan lebih besar dari tingkat kesukaran suatu soal akan memiliki peluang
yang lebih besar untuk menjawab benar pada soal tersebut. Kita coba ilustrasikan,
jika katakan lah orang A, memiliki kemampuan “5” dan hendak diberikan satu atau
lebih banyak soal yang tingkat kesulitan dibawah “5”, maka si A akan memiliki
peluang yang lebih besar untuk menjawab pada soal-soal tersebut.
Sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat kemampuan lebih kecil dari
pada tingkat kesukaran soal, maka peluang dia bisa menjawab benar pada soal
tersebut lebih rendah.
Dan orang yang memiliki tingkat kemampuan yang sama dengan tingkat
kesukaran soal akan memiliki peluang 0.5 untuk menjawab benar pada soal tersebut.
Maka dari itu, model IRT hadir sebagai pelngkap bagi model sebelumnya
yaitu CCT, dalam model IRT ini setiap masing-masing item memiliki tingkat
kesukaran yang memang berbeda sesuai dengan fakta yang ada, sehingga bisa
ditentukan kemampuan peserta tes berdasarkan soal mana yang bisa dijawabnya.
Coba kita ilustrasikan jika sebuah sebuah tes terdiri dari 3 buah soal
yang berbeda, soal itu soal 1 yang paling mudah, soal 2 sedang, soal 3 yang
sulit. Lalu ke 3 soal itu diujikan pada 3 orang.
Dan menurut teori IRT jika misalnya orang A menjawab benar 2 soal (skor
2), soal tesbut adalah soal yang mudah dan sedang, sedangkan orang B sama-sama
menjawab benar 2 soal, namun dia menjawab benar pada soal yang sedang dan
sulit, maka bisa disimpulkan bahwa kemampuan orang B lebih tinggi dari pada
orang A. Nah hal ini berbeda dengan Asumsi pada CCT yang akan menilai sama
kemampuan orang yang A dan B karena sama-sama mendapatkan skor 2.
hasil dari perhitungan berdasarkan model IRT akan diperoleh kurva yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan atau meramalkan peluang seseroang untuk menjawab benar pada item tertentu.
dari kurva diatas dapat diramalakan orang yang memiliki kemapuan yang berada dibawah 1 memiliki peluang yang lebih rendah untuk menjawab benar pada soal tersebut.
dan satu hal lagi yang menjadi kelebihan IRT bahwa Standrand error ditentukan pada masing-masing item. sehingga tiap item memiliki nilai error yang berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar