Pages

Rabu, 05 September 2012

Tokoh Filsafat Muhammad Iqbal

A. biografi muhammad Iqbal
Ia lahir di sebuah kota bernama Sialkot (Punjab), sebuah kota peninggalan Dinasti Mughal India pada tanggal 22 Februari 1873 (Dzulhijjah 1289 H). Leluhurnya dari kashmir, yang telah memeluk islam selama kira 300 tahun.
Ayahandanya Syaikh Nur Muhammad memiliki kedekatan dengan kalangan Sufi. Karena kesalehan dan kecerdasannya, penjahit yang cukup berhasil ini dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa keingintahuan ilmiah yang tinggi. Tak heran, jika Nur Muhammad dijuluki kawan-kawannya dengan sebutan "Sang Filosof tanpa guru" (un parh falsafi).
Ibunda Iqbal, Imam Bibi, juga dikenal sangat relegius. Ia membekali kelima anaknya, tiga putri dan dua putra, dengan pendidikan dasar dan disiplin keislaman yang kuat. Di bawah bimbingan kedua orangtuanya yang taat inilah Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak di kemudian hari, Iqbal sering berkata bahwa pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi filosofis, tetapi diwarisi dari kedua orangtuanya tersebut.
Masa kecil di habiskan dengan belajar di sekolah rendah dan menengah salah satu seorang alim yang mengajar nya yaitu Maulami Mir hasan. selain juga belajar pada ayahnya.
Pada tahun 1895 ia pergi ke Lahore, salah satu kota di India yang menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni. Di kota ini ia bergabung dengan perhimpunan sastrawan yang sering diundang musyara'ah, yakni pertemuan-pertemuan di mana para penyair membacakan sajak-sajaknya. Ini merupakan tradisi yang masih berkembang di Pakistan dan India hingga kini. Di kota Lahore ini, sambil melanjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar filsafat di Government College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh gelar B.A., kemudian ia mengambil program M.A. dalam bidang filsafat. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold—orientalis Inggris yang terkenal—yang mengajarkan filsafat Islam di College tersebut. Antara keduanya terjalin kedekatan melebihi hubungan guru dan murid, sebagaimana tertuang dalam sajaknya Bang-I Dara.
Dengan dorongan dan dukungan dari Arnold, Iqbal menjadi terkenal sebagai salah satu pengajar yang berbakat dan penyair di Lahore. Sajak-sajaknya banyak diminati orang. Pada tahun 1905, ia belajar di Cambridge pada R.A. Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme, dan seorang Neo-Hegelian, yaitu Jhon M.E.McTaggart. Iqbal kemudian belajar di Heidilberg dan Munich. Di Munich ia menyelesaikan doktornya pada tahun 1908 dengan disertasi, The Development of Metaphysics in Persia (disertasi ini kemudian diterbitkan di London dalam bentuk buku, dan dihadiahkan Iqbal kepada gurunya, Sir Thomas Arnold). Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali ke London untuk belajar di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di Universitas London. Selama di Eropa Iqbal tidak pernah bosan menemui para ilmuwan untuk mengadakan berbagai perbincangan tentang persoalan-persoalan keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga memperbincangkan Islam dan peradabannya. Di samping itu Iqbal memberikan ceramah dan berbagai kesempatan tentang Islam. Isi ceramahnya tersebut dipublikasikan dalam berbagai penerbitan surat kabar. Ternyata setelah menyaksikan langsung dan mengkaji kebudayaan Barat, ia tidak terpesona oleh gemerlapan dan daya pikat kebudayaan tersebut. Iqbal tetap concern pada budaya dan kepercayaannya.
Sekembali di india pada tahun 1908 dan menjadi Mhaguru dalam filsafat dan kesustraan inggris di lahore di goverment college Lahore.
Ia wafat tanggal 21 april 1983 karena penyakit yang di deritanya sebuah sajak penutup :
“melodi selamat tinggal akan menggema atau tidak
Nafiri akan berbunyi dari hijaz atau tidak
Hari fakir ini telah sampai pada batasannya
Pujangga yang lain akan datang atau tidak”

C. Karya-karya Muhammad Iqbal
1. Asrar-i Khudi (Rahasia Pribadi) (1915)
2. Bang-i Dara (Seruan dari Perjalanan) (1924)
3. The Recunstruction of Relegious Thought in Islam (1930)
4. Payam-i Masyriq (Pesan dari Timur) (1923)
5. Ilm al-Iqtisad (1903)
6. Development of Metaphysics in Persia: A Constribution to the History of Muslim                          Philosofy (1908)
7. Islam is a Moral and Political Ideal (1909)
8. Rumuz-I Bekhudi (Rahasia Peniadaan Diri) (1918)
9. Self in the Light of Relativity Speechees and Statement of Iqbal (1925)
10. Zaboor-I ‘Ajam (Kidung Persia) (1927)
11. Khusal Khan Khattak (1928)

D. Filosof-Filosof yang Mempengaruhi Iqbal
Iqbal adalah filosof Muslim yang banyak dipengaruhi oleh banyak filosof Barat seperti Thomas Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan masih banyak lagi yang lainnya. Di antara sekian banyak filosof, menurut Donny Gahral, Nietzsche dan Bergsonlah yang paling banyak mempengaruhi Iqbal, oleh karena itu pemikiran kedua filosof ini akan dipaparkan sebagai berikut:
Nietzsche dan Bergson sangat mempengaruhi Iqbal khususnya konsepnya tentang hidup sebagai kehendak kreatif yang terus bergerak menuju realisasi. Manusia sebagai kehendak kreatif tidak bisa dibelenggu oleh hukum mekanis maupun takdir sebagai rencana Tuhan terhadap manusia yang ditetapkan sebelum penciptaan. Namun semangat relegius Iqbal menyelamatkannya dari sikap atheisme yang dianut Nitzsche sebagai konsekuensi kebebasan kreatif manusia. Iqbal masih mempertahankan Tuhan dan mengemukakan argumentasi yang bisa mendamaikan kemahakuasaan Tuhan dengan kebebasan manusia.
Iqbal juga menolak konsep Nitzsche maupun Bergson tentang kehendak sebagai sesuatu yang buta, khaotis, tanpa tujuan. Iqbal mengatakan bagaimanapun orang sadar bahwa dalam kehendaknya ia memiliki tujuan karena kalau tidak buat apa ia berkehendak, namun Iqbal menolak tujuan sebagai tujuan yang bukan ditetapkan oleh manusia sendiri melainkan oleh takdir atau hukum evolusionistik.
 1. Friedrich Nietzsche
Filsafat Nietzsche (1844-1900) adalah filsafat kehendak untuk penguasaan. Konsep Nietzsche tentang kehendak untuk penguasaan berkaitan erat dengan konsep lebenphi-losophie tentang hidup. Tradisi lebenphi-losophie memandang hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai sesuatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apa pun yang mematikan gerak hidup. Nietzsche memandang hidup sebagai insting atas pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Pendeknya, hidup menurut Nietzsche adalah kehendak untuk penguasaan.
Berdasarkan konsep hidup sebagai kehendak untuk penguasaan, Nietzsche secara revolusioner mendekonstruksi tiga warisan klasik yang menjadi pondasi dasar peradaban Barat: filsafat, moralitas, dan agama (Yudeo-Kristiani) yang dinilainya tidak mewadahi kehendak untuk penguasaan. Tiga serangkai yang membawa peradaban Barat menuju pada kehancuran bukan kemajuan. Ketiga warisan klasik peradaban Barat itu menurut Nietzche berlawanan dengan konsepnya tentang hidup.
Dengan nada ironis Iqbal pernah melukiskan Nietzsche sebagai jenius yang kesepian dan tersesat. Bahkan nyaris putus asa. Ia merindukan seseorang yang bisa ia patuhi untuk membimbing kekuatan-kekuatan batin dalam kehidupan ruhaninya. Nietzsche sesungguhnya sadar akan kebutuhan ruhaninya, tetapi ia telah gagal menumbuhkna sifat-sifat ketuhanan yang tak terbatas dalam dirinya. Kekuatan-kekuatan batinnya malah menjadi tidak produktif karena Nietzsche menciptakan solusi di luar kehidupan ruhaninya melalui gagasan-gagasan semacam radikalisme aristokrasi.
Iqbal memang terinspirasi Nietzsche, terutama dalam semangatnya. Hal ini tampak dari puisi lainnya tentang Nietzsche bahwa kita dapat meraih semangat yang positif dan harapan dari ketulushatiannya:
Jika kau nada lembut, jangan datang padanya
Gemuruh topannya adalah musik yang ditiup seruling penanya
Ia celupkan pisau bedah ke lubuk hati Barat
Tangannya berlumuran darah setelah membersihkan darah salib Kristus
Pada pembangunan Ka’bah, ia mendirikan rumah berhala sendiri
Hatinya adalah seorang mukmin, namun otaknya kafir
Pergilah dan bakar dirimu di api unggun raja Namrudz ini
Agar taman bunga Ibrahim berbunga dari api azar
            2. Henry Bergson
Henry Bergson (1859-1941) merupakan tokoh yang bisa dibilang paling berpengaruh terhadap pemikiran Iqbal, khususnya tentang intuisi dan élan vital. Bergson mengemukakan adanya dua cara pengenalan yaitu analisis dan intuisi. Analisis adalah aktivitas intelektual yang mengenali objek dengan observasi bergerak mengitari objek atau dengan memisahkan bagian-bagian konstituen objek kajiannya. Analisis bekerja dengan simbol-simbol tersebut selalu berupa generalisasi abstrak yang melenyapkan keunikan individu
Intuisi, di lain pihak, menurut Bergson merupakan semacam rasio simpati yang mana subjek peneliti menempatkan dirinya dalam objeknya untuk menemukan apa yang unik dalamnya dan oleh karenanya tidak dapat diekspresikan. Berpikir secara intuitif adalah berpikir dalam durasi. Durasi sendiri dipahami sebagai waktu dalam bergerak berkelanjutan (continuous flow) dan bukan waktu yang terspesialisasi oleh rasio menjadi momen-momen atau titik-titik dalam garis. Rasio hanya mampu memahami bagian-bagian statis dan tidak mampu menangkap pergerakan terus-menerus (durasi).
Elan Vital merupakan suatu kesadaran dari mana tumbuh kehidupan dan semua kemungkinan kreatifnya. Evolusi bersifat kreatif dan tidak deterministik seperti dikemukakan Darwin dan Marx karena masa depan bersifat terbuka. Bergson menolak, berdasarkan argumen élan vitalnya, adanya tujuan final yang ditetapkan di depan.
2.2 PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL
A. Filsafat Ego atau Khudi
Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal, dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Masalah ini dibahas dalam karyanya yang ditulis dalam bahasa Persia dengan bentuk matsnawi berjudul Asrar-i Khudi; kemudian dikembangkan dalam berbagai puisi dan dalam kumpulan ceramah yang kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Relegious Thought in Islam.
Menurut Iqbal, khudi, arti harfiahnya ego atau self atau individualitas, khudi merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, serta merupakan pusat dan landasan dari semua kehidupan, khudi merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup ke arah suatu tujuan konstruktif. Iqbal menerangkan bahwa khudi merupakan pusat dan landasan dari keseluruhan  kehidupan. Hal ini tercantum pada beberapa matsnawinya dalam Asrar-i Khudi.
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudi
Apa saja yang kaulihat ialah rahasia khudi
Dijelmakannya alam cita dan pikian murni
Apa guna wujudmu melainkan untuk mengembangkan dayamu?
Kalau kau perkuat dirimu dengan khudi
Kau akan pecahkan dunia sesuka khudimu;
Jika kau hendak hidup, isilah dirimu dengan khudi
Apakah mati sebenarnya? Melepaskan semua khudi
Kenapa berkhayal itulah terpisahnya roh dari tubuh
Bermukimlah dalam khudi, penaka Yusuf
Majulah dari rebutan yang satu ke rebutan yang lain
Pikirkanlah khudimu dan jadilah beraksi
Jadilah manusia-Tuhan, kandunglah rahasia dalammu.
Iqbal juga menjelaskan bahwa Realitas tertinggi sebagai suatu Ego, realitas tertinggi ini merupakan asal tempat semua ego bermula, dan juga berfungsi sebagai kesatuan Ego. Realitas tertinggi ini bisa dikatakan Ego Mutlak (tuhan : Aku yang Akbar), dan setiap yang ada di dunia ini merupakan penjelmaan dari Ego mutlak tadi (dalam arti spritual). Tetapi setiap ego-ego yang ada di dunia tersebut memilki tingkatan kewujudan sendiri.
Ego mempunyai tujuan untuk menjelaskan realitasnya sendiri, mencapai nilai fundamentalnya. Pencarian ego adalah pencarian untuk mendapatkan defenisi yang lebih tepat tentang dirinya. Kehidupan adalah sebuah gerak maju yang senangtiasa mengadakan asimilasi. Esensi dari kehidupan itu sendiri adalah semua pembentukan untuk memelihara dirinya sendiri dan untuk mewujudkan dirinya dalam lapangan yang lebih luas.
Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas. Ia mengambil bagian dalam kehidupan dan kebebasan Ego mutlak. Sementara itu, aliran kausalitas dari alam mengalir ke dalam ego dan dari ego ke alam. Karena itu, ego dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Dalam keadaan inilah Ego Mutlak membiarkan munculnya ego relatif yang sanggup berprakarsa sendiri dan membatasi kebebasan ini atas kemauan bebasnya sendiri. Menurut Iqbal, nasib sesuatu tidak ditentukan oleh sesuatu yang bekerja di luar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu, yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat direalisasikan yang terletak pada kedalaman sifatnya.
Untuk memperkuat ego dibutuhkan cinta (intuisi) dan ketertarikan, sedangkan yang memperlemahnya adalah ketergantungan pada yang lain. Untuk mencapai kesempurnaan ego maka setiap individu mesti menjalani tiga tahap. Pertama, setiap individu harus belajar mematuhi dan secara sabar tunduk kepada kodrat makhluk dan hukum-hukum ilahiah. Kedua, belajar berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinya melalui rasa takut dan cinta kepada Tuhan seraya tidak bergantung pada dunia. Ketiga, menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai kesempurnaan spiritual (Insan Kamil).

B. Filsafat Ketuhanan
Pemahaman Iqbal tentang ketuhanan mengalami tiga tahap perkembangan, dari tahap pencarian sampai ke tahap kematangan. Ketiga tahap itu adalah :
Tahap Pertama : Pada tahap ini Iqbal meyakini Tuhan sebagai Keindahan Abadi, keberadaanNya tanpa tergantung pada sesuatu dan mendahului segala sesuatu, bahkan menampakkan diri dalam semuanya itu. Dia menyatakan dirinya di langit dan di bumi, di matahari dan di bulan, di semua tempat dan keadaan. Tuhan sebagai Keindahan Abadi, menarik segala sesuatu, seperti magnet menarik besi, Tuhan juga sekaligus menjadi penyebab gerak segala sesuatu. Kekuatan pada benda-benda, daya tumbuh pada tanaman, naluri pada binatang buas, dan kemauan pada manusia hanyalah sekedar bentuk daya tarik, cinta untuk Tuhan. Karena itu, Keindahan Abadi adalah sumber, esensi dan ideal segala sesuatu. Tuhan bersifat universal dan melingkupi segalanya seperti lautan.
Tahap Kedua : Pada tahap ini Iqbal tertarik kepada Rumi yang dijadikan sebagai pembimbing ruhaninya. Pada tahap ini, Tuhan bukan lagi dianggap sebagai Keindahan Luar, tetapi sebagai Kemauan Abadi, sementara keindahan hanyalah sebagai sifat Tuhan di samping ke-Esa-an Tuhan. Karena itu Tuhan menjadi asas rohaniah tertinggi dari segala kehidupan. Tuhan menyatakan diriNya bukan dalam dunia yang terindera, tetapi dalam pribadi terbatas. Karena itu usaha mendekatkan diri kepadaNya hanya dimungkinkan lewat pribadi. Dengan menemukan Tuhan, seseorang tidak boleh membiarkan dirinya terserap ke dalam Tuhan dan menjadi tiada. Sebaliknya, manusia harus menyerap Tuhan ke dalam dirinya, menyerap sebanyak mungkin sifat-sifatNya.
Tahap Ketiga: Pada tahap ini merupakan pengembangan menuju kematangan konsepsi Iqbal tentang ketuhanan. Tuhan adalah hakikat sebagai suatu keseluruhan. Hakikat sebagai suatu keseluruhan pada dasarnya bersifat sepiritual, tegasnya merupakan suatu Ego Mutlak, karena Dia meliputi segalanya, tidak ada sesuatu pun di luar Dia. Dia merupakan sumber segala kehidupan dan sumber dari mana ego-ego bermula, yang menunjang adanya kehidupan itu.
Tuhan sebagai objek kajian metafisika memiliki kekhususan dibanding kedua objek metafisika lainnya. Apabila manifestasi lahiriah dari semesta maupun jiwa dapat ditangkap indra, maka hal yang sama tidak berlaku bagi realitas ketuhanan. Tuhan adalah suatu yang mutlak tidak ditangkap indra.
Metafisika yang mengkaji tentang Tuhan disebut filsafat ketuhanan (teologi naturalis) untuk membedakannya dari teologi adikodrati atau teologi wahyu. Apabila filsafat ketuhanan mengambil Tuhan sebagai titik akhir atau kesimpulan seluruh pengkajiannya, maka teologi wahyu sebagai titik awal pembahasannya.
Filsafat ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya Tuhan yang didasarkan pada penalaran manusia. Filsafat ketuhanan tidak mempersoalkan eksistensi Tuhan, disiplin tersebut hanya ingin menggarisbawahi bahwa apabila tidak ada penyebab pertama yang tidak disebabkan maka kedudukan benda-benda yang relatif-kontigen tidak dapat dipahami akal.
Paling tidak, terdapat tiga argumen besar dalam filsafat ketuhanan: argumen kosmologis, argumen teologis, dan argumen ontologis. Argumen kosmologis mengemukakan bahwa Tuhan harus ada, karena kalau tidak maka akan ada rangkaian kausalitas yang tak terhingga untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa. Argumen teologis mengemukakan bahwa dari struktur finalitas realitas dapat ditariik kesimpulan adanya Sang Pencipta yang menetapkan struktur tersebut. Sedangkan argumen ontologis mengemukakan bahwa Tuhan ada karena kita memikirkannya dan memprediksikan eksistensi terhadap Dirinya.
Iqbal secara tegas menolak argumen-argumen para filosof skolastik tersebut. Baginya argumen-argumen ini telah menemui kegagalan. Di samping tampak sebagai suatu interpretasi pengalaman yang dibuat-dibuat, menurutnya argumen-argumen itu mengundang pula kesesatan logis. Iqbal mengungkapkan bahwa di antara penyebab kegagalan argumen-argumen ini adalah karena dipaksakannya dualisme epistemologis, yaitu pemisahan antara pikiran dan wujud (being). Padahal dalam argumen-argumen itu sendiri sesungguhnya telah tersirat bahwa pikiran dan wujud pada akhirnya merupakan satu kesatuan.
Iqbal sepakat dengan Kant bahwa rasio manusia memiliki keterbatasan dalam mengetahui hakikat Tuhan. Namun keterbatasan rasio tidak menjadikan Iqbal seorang skeptis seperti Kant, ia tetap meyakini bahwa manusia mampu memperoleh pengetahuan tentang Tuhan secara langsung melalui proses intuisi dalam pengalaman relegius. Dalam hal ini konsep intuisi Iqbal berbeda dengan konsep intuisi kaum mistikus. Apabila kaum mistikus menekankan kontak langsung dengan Tuhan lewat proses intuisi, Iqbal menolaknya dengan mengatakan bahwa apa yang pertama-pertama tersingkap secara kuat lewat intuisi adalah keberadaan ego atau diri yang kreatif dan bebas.
Filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan kontemplatif karena Iqbal berangkat dari filsafat manusia yang menekankan pengetahuan langsung tentang keberadaan ego atau diri yang bebas-kreatif.
Metafisika gerak Iqbal mengemukakan bahwa manusia bukanlah benda statis tetapi suatu aktivitas gerak dinamis-kreatif yang terus merindu akan kesempurnaan. Hidup keberagamaan sendiri menurut Iqbal adalah suatu proses evolusi yang dapat dibagi menjadi tiga tahap, iman, pemikiran dan penemuan. Pada tahap pertama yaitu tahap iman kita menerima apa yang difirmankan Tuhan tanpa keraguan sedikitpun. Pendeknya segala sesuatu yang berasal dari Tuhan adalah mutlak benar karena berasal dari Tuhan dan bukan konstruksi manusia. Pada tahap kedua yaitu tahap pemikiran. Kita tidak sekadar menaati secara buta firman Tuhan melainkan mulai memikirkan maksud dari firman tersebut atau singkatnya kita mencoba memahami secara rasional apa yang kita percayai. Dan pada tahap terakhir yaitu tahap penemuan kita mencapai kontak langsung dengan realitas ultim yang merupakan sumber semua hukum dan kenyataan.
Menurut Iqbal agama bukan sekadar sekumpulan ajaran untuk menekan aktivitas nafsu instingtif manusia (agama sebagai instrumen moral) seperti diklaim para psikoanalisis (Freud, Jung). Bagi Iqbal, agama lebih dari sekadar etika yang berfungsi membuat orang terkendali secara moral. Fungsi sesungguhnya adalah mendorong proses evolusi ego manusia di mana etika dan pengendalian diri menurut Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego manusia yang selalu mendampakan kesempurnaan. Dengan kata lain, agama justru mengintegrasikan kembali kekuatan-kekuatan pribadi seseorang.

C.  Materi dan Kausalitas
Menurut Iqbal materi adalah suatu kelompok ego-ego berderajat rendah, dan dari sana muncul ego yang berderajat lebih tinggi, apabila penggabungan dan interaksi mereka mencapai suatu derajat kordinasi tertentu. Fakta yang berderajat lebih tinggi muncul dari yang lebih rendah, tidaklah mengurangi nilai dan kehormatannya. Yang menjadi masalah bukanlah asal, tetapi kesanggupan, arti dan pencapaian terakhir dari pemunculannya itu.
Iqbal berpendapat bahwa system sebab akibat merupakan suatu ‘alat’ yang perlu sekali bagi ego, dan bukanlah merupakan gambaran yang sebenarnya tentang sifat realitas. Sebab sebenarnya rantai perhubungan sebab akibat di mana kita mencari suatu tempat untuk ego, yaitu suatu bentuk artificial ego untuk kepentingan ego sendiri. Ego diharuskan berada di suatu lingkungan yang kompleks, dan dia tidak dapat terus hidup tanpa mengubahnya menjadi suatu system, yang dapat menjamin bahwa tata laku hal-hal di sekelilingnya sesuai untuk dirinya. Dengan menafsirkan alam seperti ini, ego dapat menguasai lingkungannya, dan dengan demikian dapai mencapai keluasan dalam arti meningkatkan kualitas.
Iqbal selalu menekankan bahwa kodrat kehidupan ego selalu berproses, yang berarti juga selalu ada perkembangan ego, yang berjuang meningkatkan dirinya ke arah individualitas yang lebih kompleks dan lebih sempurna.

D. Moral
Manusia mempunyai kemungkinan yang tidak terbatas, mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Sudah menjadi tanggung jawab manusia untuk mengambil bagian dengan cita-cita yang lebih tinggi dari alam sekitarnya dan turut menentukan nasibnya sendiri. Manusialah yang dapat mengambil inisiatif menyiapkan diri dalam mengahadapi tantangan alam dan mengerahkan seluruh kekuatannya supaya dapat mempergunakan tenaga-tenaga alam itu untuk tujuannya sendiri.kalau manusia tidak mengambil inisiatif dan kalau ia tidak mau mengubah keadaan batinnya ke arah hidup yang lebih tinggi,maka roh yang ada didalam dirinya akan mengeras menjadi batu, dan ia pun merosot turun ke tingkat benda mati Sesungguhnya ilmulah yang mengadakan hubungan-hubungan ini, dan ilmu adalah persepsi-inderawi yang diolah dengan pemahaman dan pengertian. Dengan bersenjatakan pengetahuan, manusia berkenalan dengan aspek kebenaran yang dapat diselidiki. Usaha pikiran mengatasi rintangan yang disebabkan oleh alam. Manusia yang akan mempertahankan hidupnya dalam suatu lingkungan yang penuh rintangan, tak dapat mengabaikan hal-hal yang terlihat oleh mata, dan tak dapat mengabaikan tentang adanya perubahan.
Menurut Iqbal moral tidak hanya berdasarkan persepsi inderawi saja, tetapi juga harus dilengkapi dengan persepsi al-Qur’an di sebut Qalb. Kerja hati adalah untuk menguraikan masalah-masalah kejiwaan, mistik dan kegaiban. Fakta pengalaman religious/mistik adalah sama dengan fakta pengalaman manusia dan penafsiran yang dihasilkan oleh pengetahuan. Sifat-sifat pengalaman religious/mistik menurut Iqbal terbagi menjadi 4, yaitu Pertama, pengalaman langsung. Kedua, Keseluruhan pengalaman mistik tak dapat diuraikan. Ketiga, suasana miistis merupakan penggabungan antara ego insane dengan Ego Yang Maha Kuasa. Keempat, suasana mistis lebih bersifat perasaan daripada pikiran. Kelima,hubungan mistis rapat sekali dengan alam azali.
Dalam hal mencari kebenaran dari suatu pengalaman, iqbal membagi atas dua macam pembuktian:
1.    Pembuktian secara akal, penafsiran yang kritis tanpa prasangka.
2.    Pembuktian secara pragmatis, kebenaran dari suatu pengalaman dengan melihat hasilnya.

Menurut M.Iqbal, ada dua cara untuk memahami manusia; pertama, cara intelektual yaitu cara yang memahami dunia sebagai suatu sistem agar kokoh tentang sebab-akibat. Kedua, cara Vital yaitu menerima mutlak adanya keharusan yang tidak dapat dihindari dari kehidupan ini,dimana ia dipandang sebagai keseluruhan. Cara ini disebut “iman” (percaya aktif).
E. Insan Al-Kamil
Iqbal menafsirkan Insan al-Kamil atau ‘manusia utama’ yaitu setiap manusia potensial adalah suatu mikrokosmos, dan bahwa insane yang telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat Tuhan, sehingga sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.
Manusia dengan segala kelemahannya masih lebih tinggi daripada alam. Sudah tentu perjalanan hidupnya mempunyai suatu awal, namun ia mungkin telah ditakdirkan untuk menjadi unsure permanen dalam susunan wujud ini. Ketika tertarik oleh kekuatan-kekuatan yang ada di sekitarnya, manusia sanggup membentuk dan berusaha untuk menguasainya.
Setiap manusia merupakan suatu pribadi atau suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah ia menjadi pribadi yang utama. Dia yang dekat kepada Tuhan adalah yang utama. Semakin dekat semakin utama. Sedangkan semakin jauh jaraknya dari Tuhan, kian berkurang bobot kepribadiannya. Pribadi sejati bukan saja menguasai alam benda, tetapi juga dilingkupi sifat-sifat Tuhan ke dalam egonya sendiri.
Adapun tentang kehidupan adalah proses yang terus maju ke depan dan esensinya ialah penciptaan terus menerus dari gairah dan cita-cita. Penciptaan gairah dan cita-cita yang baru tentulah selamanya mewujudkan ketegangan-ketegangan yang konstan. Menurut Iqbal tujuan seluruh kehidupan adalah membentukinsan yang mulia, dan setiap pribadi haruslah berusaha untuk mencapainya. Cita-cita untuk membentuk manusia utama ini, memberikan kepada ukuran ‘baik’ dan ‘buruk’. Apa yang dapat memperkuat pribadi adalah baik sifatnya dan apa yang melemahkan pribadi adalah buruk sifatnya.
Hal-hal yang dapat memperkuat ego menurut Iqbal adalah cinta kasih, semangat atau keberanian, toleransi, tenggang rasa, hidup dengan usaha dan nafkah yang syahdan sikap tidak mengharapkan imbalan yang akan diberikan dunia. Sedangkan hal-hal yang melemahkan pribadi adalah takut, suka minta-minta, perbudakan dan sombong.
Salah satu puisi Muhammad Iqbal yang berjudul Javid Namah:
Hidup ini selalu menyongsong kesulitan
Menolak segala sikap segampang
Hidup itu selalu mencipta,
selalu meraih yang serba baru
Hidup itu laksana mengubah busana indah,
Dari saripati air dan tanah
Hidup itu memanfaatkan tangan dan kaki,
Mengfungsikan mata dan hati!




   sumber :

Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal, Teraju, Bandung: 2003
Iqbal, Muhammad, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, Lazuardi, Yogyakarta: 2002
Khan, Asif Iqbal, Agama, Filsafat, Seni dalam Pemikiran Iqbal, Fajar Pustaka, Yogyakarta: 2002
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta: 1999



0 komentar:

Posting Komentar